wirausaha online

26 Agustus, 2009

KPK, Puasa dan Perilaku KORUPTIF


Umat Islam baru saja memasuki Ramadan, bulan saat mereka diwajibkan berpuasa selama sebulan penuh. Tujuannya, dalam kehidupan harian, seorang muslim melaksanakan apa yang diperintah dan menjauhi apa yang dilarang oleh Allah, penguasa dunia dan akhirat.Salah satu larangan, baik menurut Islam maupun agama langit lainnya, adalah korupsi. Targetnya, setiap muslim peduli terhadap orang yang lapar baik karena tidak mempunyai pekerjaan maupun karena penghasilan yang tidak cukup. Apalagi terhadap fakir miskin, yatim piatu, dan gelandangan yang menurut UUD 45 harus menjadi tanggungan negara.Operasionalisasi dari tujuan puasa antara lain wujudnya: anak-anak saleh/salehah; suami yang bertanggung jawab, melindungi dan memimpin anak istri; istri yang salehah yang menjaga nama baik suami dan mendidik anak-anak; seorang pemimpin yang amanah, adil, dan bijaksana.

Dengan demikian, selesai Ramadan, setiap muslim dan muslimah, baik pimpinan nasional, pemda, pejabat, legislatif, yudikatif, pegawai biasa maupun rakyat jelata, tidak lagi berperilaku koruptif. Untuk itu, di awal Ramadan ini, perlu kita berkontemplasi, memahami semua perilaku selama ini yang ternyata merugikan keuangan negara

Puasa dan Korupsi karena Kebutuhan

Dalam belantara korupsi, ditinjau dari motifnya, ada empat jenis korupsi, yaitu korupsi karena kebutuhan, korupsi karena serakah, korupsi karena peluang, dan korupsi secara telanjang. Sebagian besar PNS yang melakukan korupsi disebabkan tuntutan akan kebutuhan harian, selain lemahnya iman.

Kenaikan harga sembako yang tidak dikontrol pemerintah mengakibatkan gaji pegawai yang rendah mungkin hanya dapat memenuhi keperluan selama 10 hari. Demi kelanjutan hidup seterusnya, pegawai akan melakukan korupsi. Minimal korupsi waktu, yaitu masuk kantor lambat dan pulang cepat karena harus ngobjek di luar. Korupsi jenis ini sering dilakukan oleh para guru dan dosen.

Pagi hari mereka mengajar di sekolah/universitas A, siang di sekolah/universitas B, dan malam di sekolah/universitas C. Akibatnya, kualitas murid/mahasiswa kurang mendapat perhatian serius. Selain itu, guru/dosen tidak punya waktu untuk meningkatkan kualitas pribadinya.

Puasa melatih orang belajar mengurangi makan, minum, dan bersenang-senang. Logikanya, pengeluaran pada bulan Ramadan lebih kecil dibandingkan di luar Ramadan. Artinya, iman yang lahir dari puasa membuat orang berperilaku sederhana. Dengan demikian, puasa mendidik orang untuk tidak melakukan korupsi jenis ini, yaitu korupsi karena kebutuhan.

Puasa dan Korupsi karena Serakah

Secara teoretis, jika hidup sederhana, gaji, tunjangan, dan fasilitas yang diperoleh pejabat eselon cukup untuk keperluan dasar selama sebulan. Disebabkan serakah, baik serakah harta, kehormatan maupun harga diri, pegawai cenderung melakukan korupsi. Mulai dari menyalahgunakan jabatan dan posisinya maupun terlibat dalam kegiatan bisnis di luar kantor.

Jika menjadi pimpro, mereka melakukan mark up ataupun mark down atas harga barang dalam proyek yang dipimpinnya. Sebagai atasan, dia akan mengarahkan pimpro agar yang ditunjuk dalam pengadaan barang dan jasa adalah perusahaan miliknya atau kroninya. Kalau berada di jabatan empuk--menteri atau dirjen--,dia merangkap komisaris BUMN.

Kalaupun tidak memperoleh kesempatan, minimal pegawai akan melakukan korupsi dengan cara menggunakan kendaraan dinas untuk urusan pribadi. Misalnya, mengantar keluarga ke pasar, ke undangan perkawinan atau mudik Lebaran.

Puasa, sebagaimana tuntunan Nabi Muhammad, mengajari kita untuk hidup jauh dari serakah. Beliau berbuka puasa hanya dengan tiga biji kurma dan segelas air zamzam. Selesai salat Isya baru beliau makan malam, seadanya. Jadi, sesudah Lebaran nanti, pejabat dan PNS tidak akan melakukan korupsi jenis ini, yaitu korupsi karena serakah.

Puasa dan Korupsi karena Peluang

Pimpinan dan anggota KPU 2004 pada umumnya adalah dosen dan guru besar. Selama di kampus, boleh dikata mereka tidak melihat uang miliaran, apalagi triliunan. Di KPU, selain pekerjaan yang ada memerlukan keterampilan khusus, anggaran yang tersedia berjumlah triliunan, sangat menggiurkan.

Pada waktu yang sama, setiap hari pengusaha datang menggoda untuk memperoleh proyek, sesuatu yang biasa dilakukan selama Orde Baru. Pimpinan dan anggota KPU yang tidak memiliki pengalaman teknis di bidang tersebut terperosok dengan peluang menggiurkan yang datang setiap hari.

Puasa, sebagaimana diteladankan Nabi Muhammad, melahirkan individu yang jujur. Salat, haji, zakat adalah ibadah yang bisa diketahui oleh orang lain. Adapun puasa adalah ibadah yang hanya diketahui oleh orang yang sedang berpuasa dengan Rabb-nya.

Katakanlah, kita makan dan minum di kamar sendirian, maka tidak seorang pun yang mempersoalkan ketika kita ikut berbuka pada waktu magrib. Jika pejabat dan pegawai biasa berpuasa yang hanya diketahui diri sendiri dan Rabb-nya sehingga memiliki kejujuran, mereka tidak memanfaatkan peluang apa pun untuk korupsi. Baik dalam bentuk penyuapan, pemerasan, penggelapan, pungli maupun mark up dan mark down.

Puasa dan Korupsi yang Telanjang

Korupsi secara telanjang adalah korupsi yang disebabkan sikap permisif masyarakat. Misalnya, penerimaan parsel, hadiah ulang tahun, penggunaan kendaraan dinas untuk mudik dianggap sebagai tradisi yang perlu dipelihara. Tragisnya, para pejabat, mulai dari presiden sampai bupati/wali kota, melakukan hal yang sama karena dianggap sebagai hal yang biasa.

Mulai dari ketika bertugas ke daerah, kemudian melakukan kegiatan partai sampai dengan menggunakan rumah dinas untuk keperluan partai. Target utama puasa, sebagaimana disinggung sebelumnya, lahirnya kepedulian terhadap orang yang kurang bernasib baik: anak yatim, fakir miskin, gelandangan, dan penganggur. Jika target puasa ini dicapai, pejabat dan PNS pasti akan menolak parsel, hadiah, atau tanda terima kasih lainnya, sesuai dengan sabda Nabi Muhammad: pejabat/pegawai yang menerima hadiah, hukumnya sama dengan mencuri.

KPK dan Sarang Lebah Korupsi

Sesuai dengan sumber daya yang dimiliki, tiga tahun pertama, penaganan korupsi oleh KPK masih sekitar pelanggaran normatif. Oleh karena itu, perlawanan terhadap KPK lebih banyak disebabkan koruptor merasa dirugikan secara finansial, selain menyangkut harga diri.

Namun, sejak 2007, perlawanan koruptor lebih didominasi nafsu mempertahankan dominasi politik dan ekonomi oleh kelompok tertentu. Ini karena yang ditangkap adalah mereka yang berasal dari pusat-pusat kekuasaan, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Artinya, KPK telah memasuki arena mafia korupsi yang sudah berlangsung selama puluhan tahun.

Tak ubahnya dengan sarang lebah yang ketika diganggu, secara otomatis, para lebah akan menyerang ke seluruh penjuru, di mana saja KPK berada. Sekalipun serangan lebah sedemikian dahsyatnya dan dapat membawa maut bagi siapa saja yang digigit, pimpinan, pejabat, dan pegawai KPK tidak gentar. Ini karena mereka yakin, secara sunatullah, setelah menggigit, lebah-lebah itu akan mati.

Oleh karena itu, sekalipun dengan rasa sedih, haru, bahkan marah menyaksikan ada pimpinan atau kawan disengat lebah, mereka tetap bertekad mengejar koruptor walau sampai ke lubang cacing. Apalagi,disadari bahwa kesalahan yang dilakukan Ketua KPK nonaktif Antasari Azhar adalah perbuatan pribadi dan kasus turunannya tidak lain adalah upaya sistematis para koruptor untuk menggerogoti eksistensi KPK.

Oleh karena itu, dengan semangat Ramadan, dan dalam suasana peringatan ulang tahun kemerdekaan, mari kita merdekakan Indonesia dari penjajahan koruptor. Sebagaimana para pendahulu, dalam bulan Ramadan juga, 64 tahun lalu, memerdekakan Indonesia dari penjajah Barat..

Abdullah Hehamahua
Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

18 Agustus, 2009

Ruang Hening Proklamasi Kita


Persoalan suara siapa yang harus didengar tidak menjadi monopoli jaman sekarang. Para generasi muda saat ini yang progressive menyuarakan mereka yang lebih berhak memimpin bangsa ini daripada ‘ old establishment ‘ generasi tua.
64 tahun lalu para pemuda menolak dengan keras ide proklamasi dengan melibatkan PPKI ( Panitia Kemerdekaan Kemerdekaan Indonesia )- bentukan Jepang - karena dianggap representasi sebuah kemerdekaan yang diberikan oleh Jepang. Ini sesuai yang dikatakan Jenderal Terauchi pada tanggal 12 Agustus 1945 kepada Soekarno dan Hatta di markas besarnya Saigon. Bahwa Pemerintah Dai Nippon akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.

Persoalan tua muda, siapa yang layak mengambil keputusan atas nasib bangsa tidak melulu dilihat dari umur. Soekarno Hatta yang berumur 40 tahunan sudah dianggap barang rongsokan oleh generasi muda seperti Soekarni, Wikana, Soebadio, Soebianto Djojohadikusumo, Chaerul Saleh pada saat itu.

Soekarno Hatta adalah lamban,peragu dan selalu menunggu instruksi Jepang. Sementara para pemuda beranggapan revolusi harus dikobarkan begitu Jepang menyerah kepada sekutu. Rebut kemerdekaan ini dengan paksa kalau perlu.Sebaliknya kedua orang ini, Soekarno Hatta melihat hasilnya tidak akan baik, karena kemerdekaan bukan monopoli Jakarta. Tokoh tokoh tua yang duduk di PPKI tetap merupakan perwakilan seluruh daerah Indonesia.

Karena terlanjur emosi. Soekarno dan Hatta di culik. “ Bung Hatta tidak bisa diharapkan untuk revolusi ! “ teriak mereka. Hatta hanya diam dan berkeyakinan fondasi dan landasan bernegara harus disiapkan lebih dahulu. Suka tidak suka sistemnya memang harus melalui PPKI.

Bung Karno juga kesal dan panas. Selain karena Guntur - anaknya yang ikut diculik bersama istrinya Fatmawati – terus menangis menjerit jerit kehabisan susu.Soekarno menyorongkan lehernya, “ Potong leherku kalau kau tidak percaya dengan apa yang kita telah persiapkan selama ini “.Para pemuda salah. Mereka tetap tidak bisa memproklamasikan kemerdekaan. Juga Laksmana Maeda dan Nijishima yang kebingungan karena kehilangan kedua tokoh ini. Karena sesuai janji pada tanggal 16 Agustus, Jepang akan mengumumkan penyerahan secara resmi kepada tiga pemimpin, Soekarno , Hatta dan Ahmad Soebarjo. Namun hanya Ahmad Soebarjo yang muncul sendiri.

Dalam perjalanan pulang ke Jakarta, para pemuda masih percaya dengan revolusi yang akan dikobarkan. Dari kejauhan terlihat asap asap membubung di langit di perbatasan Bekasi dan Jakarta.“ Jakarta telah dibakar. Api revolusi mulai berkobar “ Seru mereka kepada Bung Karno.Setelah mendekat, ternyata hanya para petani yang membakar sisa sisa sampah dan jelaga. Bung Karno mengejek mereka, “ Inikah revolusimu ? “

Dalam persoalan hidup mati bangsa saat itu. Kita percaya butuh perang batin yang luar biasa untuk menyeimbangkan tekanan yang tinggi dan tuntutan pemuda yang emosional. Hatta bukan penggerak revolusi massa seperti Soekarno. Ia memberikan perenungan tentang apa yang harus dilakukan dengan prinsip prinsip kebenaran yang diyakini. Soekarno yang dasarnya pemarah, ternyata bisa dengan penuh kesabaran menghadapi situasi pelik itu. Mereka percaya selalu ada proses ruang ruang hening dalam pengambilan keputusan dan bertindak.

Sejak dulu mereka memang berbagi peran dengan kawan seperjuangannya. Soekarno penyeru rakyat untuk menjebol kolonialisme, sedangkan Hatta mengajak orang membangun institusi demokrasi. Soekarno – Hatta percaya pada sistem. PPKI adalah representasi demokrasi saat itu walau bentukan Jepang.

Inilah yang harus dipahami para generasi muda atau orang orang tua yang sok gede rumongso bisa mengurus negara. Sebab tanpa demokrasi, penjajahan yang telah diusir dengan darah dan air mata akan datang kembali menjajah. Tidak dalam bentuk pemerintahan asing, tetapi dalam bentuk tirani saudara sebangsa setanah air. Eksploatasi manusia antar manusia.

Banyak kepemimpinan di Indonesia yang dilahirkan dengan dukungan popular namun berakhir tragis dalam kekecewaan publik yang dalam. Sepertinya ada yang salah dengan sistem di sini. Kalau Bung Hatta merenungkan dalam ruang heningnya, Ia berpendapat yang keliru bukan sistem kepemimpinan di sini, tetapi arah masyarakat menolehnya.Prinsip demokrasi meniscayakan mencari pemimpin yang berupa manusia sempurna atau ratu adil. Yang dipilih adalah yang berdasarkan paling mampu menjalankan aspirasi orang banyak, kendati ia mungkin banyak kekurangan di segi lainnya.

Kita lupa bahwa kita membutuhkan ruang hening itu.Bertanya pada diri kita sendiri, apakah kita benar benar merdeka.
Semalam suntuk menyusun naskah proklamasi yang melelahkan. Lagi lagi para pemuda, lewat Sukarni mengusulkan ungkapan yang lebih revolusioner. “ Merebut Kekuasaan “. Ini masalah peka, karena Jepang tidak mau membahayakan dirinya sendiri seolah olah diartikan merebut senjata dari prajurit Jepang yang sedang melaksanakan perintah Sekutu.Akhirnya kata “ Pemindahan kekuasaan “ yang disepakati. Semua lega dan melepaskan letihnya. Laksamana Maeda sendiri pergi tidur sejak perdebatan mereka.

Saat itu bulan puasa. Bung Karno lalu pergi ke dapur mengambil makanan untuk sahur. Bung Hatta lalu menyusul mengambil sarden dan mencampurnya dengan telur untuk makanannya. Mereka duduk sendiri sendiri di pojok dalam keheningan. Tak berbicara.Setelah subuh Bung Karno pulang menuju rumahnya di Jalan Proklamasi. Bu Fatmawati belum tidur karena menjahit bendera merah putih yang akan dikibarkan pagi ini.

Ia berbisik kepada istrinya, “ Kita merdeka “
oleh : Imam Brotoseno

14 Agustus, 2009

Komunitas Birokrasi dan Stabilitas Pemerintahan

Keputusan Mahkamah Konstitusi 12 Agustus atas sengketa hasil Pilpres 2009 merupakan hadiah bagi rakyat Indonesia karena putusan itu menjadi titik tolak laju perjalanan pemerintahan ke depan. Sebagai hasilnya, partai politik pemenang menjadi penyelenggara negara (to run to win the election to govern). Tantangan selanjutnya ialah bagaimana agar pemerintahan ini ke depan berlangsung dengan baik dan ada kebutuhan yang ibaratnya dalam kurva grafik adalah "titik belok arah peningkatan yang lebih tajam atau steep slope".

Bagi kita tidak ada pilihan lain kecuali secara bersama-sama segera sampai pada arah optimistis tersebut. Selama ini kemajuan-kemajuan sudah ada (dari berbagai penjelasan dan fakta antara lain respons atas krisis finansial global, misalnya), tapi seperti masih ada yang terasa kurang. Oleh karenanya kemajuan yang nyata harus dirasakan dan terefleksi dalam perubahan arah kemajuan dan itu menjadi kerja bersama seluruh elemen bangsa.

Sangat dekat dengan peran fungsi tersebut ialah elemen komunitas birokrasi. Empat fungsi pokok birokrasi adalah administrasi, advis kebijakan, artikulasi kepentingan, dan menjaga stabilitas pemerintahan (Andrew Heywood, 2002).

Penting bagi komunitas birokrasi untuk merefleksikan dirinya terhadap pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut karena stabilitas pemerintahan secara aktual diwujudkan dalam pencapaian administrasi yang baik; advis kebijakan yang tepat--dalam ukuran prosesnya atau voice approach maupun produknya atau choice approach--(Francis Fukuyama, 2004); artikulasi kepentingan secara wajar dalam arti mengena pada sensing regulative rules dan constitutive rules (Frederick Scahuer, 2002); serta stabilitas secara visual, hubungan yang harmonis, kohesi sosial yang baik, beriklim sejuk, dan sebagainya.

Catatan "berat" dalam komunitas birokrasi ialah bahwa komunitas birokrasi masih punya setumpuk masalah. Dalam disiplin administrasi masih banyak hal berkonsekuensi hukum, indikasi korupsi, cap rent-seekers seperti baru-baru ini disebut-sebut dengan istilah "birokrasi rampok"; juga tentang perdebatan diskresi kewenangan di daerah dan banyak hal lain.

Apalagi bila dikaitkan dengan disiplin anggaran, tantangan ke depan yang lebih besar karena reformasi anggaran sejak 2005 akan terus bergulir, disiplin pelaporan, akuntansi, termasuk proyeksi pembiayaan beberapa tahun ke depan. Begitu pula hadirnya Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah merupakan instrumen early warning system bagi komunitas birokrasi. Itu semua akan menjadi arah perbaikan dan untuk meningkatkan kepercayaan rakyat kepada negara.***

Dalam advis kebijakan, masih ada kelemahan seperti rekrutmen jabatan yang tidak berdasarkan merit system sehingga peran memberi advis menjadi tumpul. Implikasi lain ialah kualitas birokrat tidak mumpuni. Advis kebijakan sesungguhnya tidak hanya bersumber dari legal aspect seperti yang selama ini selalu terungkap dalam penyelesaian masalah yang hanya dirunut dari dasar-dasar peraturan yang ada, bahkan sejak 20-30 tahun yang lalu.Atau, kebijakan juga hanya berdasarkan dukungan politis (political aspect), ini juga tidak benar. Penyelesaian masalah dalam perspektif birokrasi dapat dikembangkan dari sisi praktis atau practical aspect, misalnya sesuai tradisi yang berkembang atau praktik nyata di tengah masyarakat atau dalam penyelenggaraan pemerintahan suatu daerah.

Begitu pula advis kebijakan dapat dikembangkan dari aspek ilmu pengetahuan atau scientifically aspect (Michael Hill, 1997). Kondisi akan menjadi sangat parah apabila advis kebijakan dikembangkan dalam situasi kooptasi politik atau tersandera kepentingan kepala daerah, misalnya; maka sensitivitas birokrasi akan menjadi tumpul dan rakyat akan menerima pilihan kebijakan yang tidak tepat.***

Selanjutnya fungsi artikulasi kepentingan merupakan bagian paling menarik untuk dibahas karena kondisi nyata sekarang, terutama banyak dijumpai di daerah di mana artikulasi kepentingan pada kenyataannya berlangsung dalam praktik kepentingan kelompok atau kepentingan kepala daerah yang seolah-olah harus disiasati. Padahal, kepentingan yang dimaksudkan sesungguhnya adalah kepentingan nasional, kepentingan negara, bangsa, masyarakat, wilayah, dan daerah. Kepentingan nasional secara umum merupakan panduan bagi penyusunan strategi nasional serta kalkulasi kekuatan untuk mendukung strategi agar negara tetap survive dan sejahtera (Michael Roskin 1994).

Fakta mutakhir ialah berkaitan dengan penempatan pada jabatan di berbagai daerah. Cukup banyak catatan masyarakat tentang hal tersebut, termasuk langkah hukum di peradilan tata usaha negara. Hal ini berkaitan dengan kebijakan pembinaan pegawai negeri sipil (PNS) yang sudah saatnya perlu ditinjau kembali. Pembinaan PNS berdasarkan UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dapat didelegasikan Presiden kepada gubernur dan bupati/wali kota. Termasuk dalam kegiatan pembinaan tersebut ialah pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS.

Dalam iklim politik sekarang, pengelolaan kepegawaian atau kepemimpinan birokrasi berlangsung sangat buruk akibat ekses sistem pilkada. Secara siklis, akhirnya berkembang pada hal-hal yang lebih buruk lagi, yaitu godaan ambisi politik yang mulai merambah jajaran birokrasi PNS dalam pilkada. Akibatnya fungsi birokrasi tidak berjalan sebagaimana mestinya.***

Akhirnya, fungsi birokrasi yang sangat penting lainnya ialah untuk stabilitas pemerintahan. Dalam hal ini tidak ada pilihan bagi komunitas birokrasi kecuali memberikan dukungan sepenuh-penuhnya kepada pemerintah yang berkuasa (who governs) agar pemerintah sebagai ruler yang baik dan ideal bagi rakyat dapat terwujud. Stabilitas pemerintahan dapat diartikan dalam tinjauan berbagai aspek.Dalam hal administrasi, kebijakan, dan artikulasi agregasi aspirasi rakyat, pengertian stabilitas pemerintahan yang harus dijaga oleh komunitas birokrasi akan mencakup seluruh aspek kehidupan bernegara.

Oleh karena itu, komunitas birokrasi harus memahami peran kunci dalam menjaga hubungan antarlembaga seperti hubungan antara pemda dan DPRD, antara negara dan warga negara, serta kewajiban birokrasi pula untuk menjaga proses dan hasil-hasil pembangunan sebagai produk interaksi politik antarberbagai elemen bangsa, baik pada tingkat supra, infra maupun substruktur politik.

Hadirnya Presiden dan Wapres terpilih serta paralel dengan itu Partai Demokrat sebagai partai politik pemenang dengan jumlah kursi mayoritas di DPR dan pendukung Presiden merupakan anugerah Tuhan, rekayasa Tuhan. Berarti ada koridor optimistis sekarang, dan hanya sekarang, untuk Indonesia melangkah maju dengan pesat. Dengan posisi demikian, pemerintahan akan stabil karena Presiden akan berhasil menjalankan tugas di mana kebijakannya akan mendapatkan dukungan dari parlemen serta akan dilaksanakan dengan baik oleh komunitas birokrasi.

Di sinilah peran dukungan komunitas birokrasi untuk stabilitas pemerintahan di mana untuk menjaga pemerintahan dengan efektif (govern effectively), Presiden membutuhkan program-program yang disetujui oleh legislatif dan dukungan kompetensi birokrasi dalam implementasinya (Jhon Martz, 1992). Pemerintah melalui kebijakan anggaran tahun 2010 juga telah jelas memberikan perhatian pada birokrasi melalui kebijakan remunerasi sebagai salah satu bagian dari agenda reformasi birokrasi yang akan tuntas pada 2011. Sebagai unsur good feeling factors kita bersyukur atas kebijakan remunerasi tersebut.

Namun, jangan lupa, ada kewajiban dan tugas sangat besar yang menuntut kemauan dan kemampuan seluruh anggota komunitas birokrasi untuk bekerja secara kompeten (dengan bobot integritas diri) serta dengan penuh kompetensi (berorientasi job tasks, profesional dalam melaksanakan tugas). Selamat bertugas komunitas birokrasi Indonesia.

(*)Dr Ir Siti Nurbaya, MSc

Sekjen DPD RI, Birokrat Sipil Senior, Mantan Sekjen Depdagri

sumber : http://okezone.com/

10 Agustus, 2009

Burung Merak Memeluk Rembulan

Pertama kali puisi saya diterbitkan dalam buku antologi puisi berjudul Maha Duka Aceh,diterbitkan oleh Pusat Dokumentasi Sastra HB Yasin pada 2005.Kata pengantar buku tersebut ditulis oleh "Si Burung Merak" Wahyu Sulaiman (Willibrodus Surendra) Broto Rendra. Buku kumpulan puisi yang disebut oleh Pramoedya Ananta Toer sebagai "cetusan jiwa spontan untuk mengagungkan kekuatan rakyat Aceh dalam menghadapi bencana yang dahsyat" itu berisi karya-karya penyair kondang dari seluruh pelosok Nusantara tercinta.

Tercatat nama-nama tokoh seperti Gus Mus, Danarto, Goenawan Mohamad, Ikranegara, Jose Rizal Manua, Romo Muji Sutrisno, Taufiq Ismail. Saya sungguh merasa amat tersanjung dideretkan setara dengan mereka kendati bobot jelas beda. Nah, Mas Willy, seperti biasa, menulis kata pengantar yang menohok kanan-kiri, di bawah judul "Nyanyian Matahari dari Satu Sisi: Memandang Insan dari Segenap Jurusan".Coba kita renungkan tudingannya yang menyengat, tajam, menukik pada kenyataan yang menyakitkan: Partai-partai politik tak pernah mengindahkan kepentingan rakyat di bawah karena mereka hanya sibuk dengan politik golongan dan politik kursi-kursi kekuasaan semata-mata. Maka begitu karena sebagian besar dari anggota-anggota partai politik adalah penganggur, yang mati-matian berebut kursi kekuasaan.

Sebab kursi kekuasaan sama dengan nafkah mereka. Tak ada pula partai yang hidup dari iuran. Jadi dari mana mereka mendapat biaya hidup yang sangat besar itu? Tentu saja dari menjarah perbendaharaan nafkah bangsa. Elite politik di Indonesia adalah benalu bangsa yang rendah martabatnya. Bukan main.

Memang tidak seluruh tudingannya benar, tetapi cubitan itu cukup mewakili rasa gemas rakyat kecil yang serbanrima ing pandum alias menerima apa adanya. Pernyataan-pernyataan keras yang disampaikan dengan nuansa prosa-lirik mirip dengan puisi yang acap disetarakan ibarat lebah. Bentuknya kecil, sengatannya mengejutkan, tetapi sesungguhnya mengandung madu yang menyehatkan. Yang juga menarik dari hampir semua karya si burung merak adalah selalu saja ada nuansa optimisme, menggugah pembaca untuk berpikir lateral, mencari alternatif.

Alternatif itu tidak ada batasnya."The sky is the limit", begitu kata orang Barat. Remy Silado pun pernah bikin puisi mbeling: "Bila satu pintu tertutup, carilah pintu lain yang terbuka//Bila seluruh pintu tertutup, carilah jendela yang terbuka//Bila seluruh pintu, jendela dan atap, semuanya tertutup, kembalilah mencari pintu yang akan selalu terbuka, yaitu pintu doa."

Nah,dalam bagian-bagian menjelang akhir dari kata pengantarnya, WS Rendra dengan arif menyampaikan pesan pamungkasnya:"Rakyat seluruh Indonesia harus bersatu dan melakukan reformasi damai yang tuntas, melewati pengerahan persatuan dan kebangkitan bersama seluruh lokalitas-lokalitas di Nusantara, demi tegaknya daulat rakyat, daulat hukum, dan daulat ekonomi bangsa, sesuai dengan Pancasila." Bayangkan, kita semua diingatkan kembali tentang Pancasila, yang dewasa ini cenderung dilupakan.

Memeluk Rembulan

Kendati peristiwa menyedihkan dipanggilnya Mas Willy oleh Tuhan YME terasa mendadak dan mengejutkan, tampaknya si burung merak itu sudah siap dan berancang-ancang menghadapinya dengan tegar. Kurang lebih dua bulan yang silam, awal Juni 2009, Rendra mengirim kado khusus ulang tahun ke-65 saya yang sekaligus juga hadiah untuk purna tugas sebagai pegawai negeri sipil.

Wujudnya berupa puisi dengan judul Inilah Saatnya. Bagian awal puisi tersebut amat menyentuh bila dikaitkan dengan saat-saat kepergiannya menghadap Tuhan. "Inilah saatnya// melepas sepatu yang penuh kisah// meletakkan ransel yang penuh masalah//dan mandi mengusir rasa gerah//menenangkan jiwa yang gelisan. "Mungkinkah dia sudah mendapat firasat? Wallahu a'lam bissawab. Tak ada orang yang tahu, tapi puisi itu akan mengantarnya ke keabadian. Rendra sendiri pernah mengatakan bahwa dalam sejarah umat manusia, usia puisi selalu lebih panjang ketimbang usia negara, kerajaan, atau pemerintahan.

Karya Empu Sedah lebih panjang daripada usia Kerajaan Kediri. Karya Hamsah Fansuri lebih panjang dari usia Kerajaan Iskandar Muda. Begitu juga usia karya Goethe lebih panjang daripada usia kerajaan Rusia dan usia karya Sophocles, Aristophanes, serta Emipidus juga lebih panjang ketimbang usia Yunani Athena.

Bagian akhir dari puisi Rendra yang saya jadikan judul buku antologi puisi "Inilah Saatnya" (2009), dengan sedikit improvisasi, juga menyiratkan kesiapannya "memeluk rembulan": "Inilah saatnya// menyadari kupu-kupu beterbangan// bunga-bunga di padang belantara//dan para cucu masa depan// membaca buku sejarah// mencari ilham//Inilah saatnya//Ya, saudara-saudariku//Inilah saatnya bagiku// di antara tiga Gunung// memeluk Rembulan.

Puisi-puisi Rendra mesti diakui amat menyentuh senar-senar emosi, apalagi bila diucapkan dengan penuh perasaan. Ini yang disebutkan oleh Carolyn Forche, penyair kondang asal Makedonia, dengan "a symphony of utterance, a mosaic of discreet moments of written and spoken art." Puisinya, karya tulisannya, orasi budayanya, ikut mengawal peradaban (civilization) bangsa kita yang tidak akan pernah kenal titik perhentian.

Pengakuan semacam itu tidak hanya berkumandang dalam skala nasional, melainkan juga dengan skala global. Harry Aveling dan Suzan Piper, misalnya, dalam buku "Ten Poems" yang merupakan terjemahan sepuluh puisi karya Rendra menyebutkan bahwa "Rendra is known as an electrifying reader of his works and has been invited to read his poems in many International poetry festivals: Rotterdam, Amsterdam, Berlin, Sydney, Adelaide, Tokyo, Kuala Lumpur, New Delhi, Bophal, etc". Selamat memeluk rembulan, Mas Willy, kami akan menyusulmu bila memang sudah tiba waktunya. Beristirahatlah dengan damai di surga.

(*)Prof Ir Eko Budihardjo, Msc
Ketua Badan Penyantun Dewan Kesenian Jawa Tengah (//mbs)
Klub Bisnis Internet Berorientasi Action