wirausaha online

30 April, 2009

Politikana.com, Belajar Politik Yang Sesungguhnya

Keran kebebasan dalam mengeluarkan pendapat di dunia politik dalam kurun satu dasawarsa terakhir ternyata membuat komunikasi politik menjadi 'basi'. Pasalnya, banyak politisi yang begitu rajin koar-koar tentang ihwal politik dan demokrasi, tanpa memberikan pembelajaran yang sesungguhnya kepada masyarakat. Ujung-ujungnya, komunikasi politik sering macet di tengah jalan.

Berangkat dari latar belakang itulah situs politikana.com didirikan. Melalui portal ini, demokrasi dua arah diharapkan mampu dijalankan dengan benar. Tanpa harus takut dalam menyampaikan pendapat, walaupun tidak bisa luput dari kritikan.

"Di situs politikana.com, sumbangan pemikiran dalam bentuk tulisan menjadi suatu hal yang penting. Di sini orang akan terbuka wawasannya tentang politik dari sudut berbeda. Selama ini kan didominasi politisi yang sering muncul di media massa," terang Enda Nasution, salah satu pengelola politikana.com, saat berbincang dengan okezone, Selasa 28 April.

Di portal ini moderasi tetap diberlakukan, namun tidak terlalu ketat bahkan cenderung bebas. Anggota situs ini boleh mengeluarkan uneg-unegnya tentang masalah yang terjadi terhadap negara Indonesia. Jika nanti ada tulisan yang tidak mengena, maka anggota lain akan memberi penilaian negatif.

"Demokrasi itu kan menerima perbedaan. Masalah nanti tulisan tersebut sesuai atau tidak, anggota lain akan menilai. Jika jelek ya jelek, jika bagus ya bagus," lanjut pria yang dinobatkan sebagai Bapak Blogger Indonesia ini.

Yang jelas, politikana.com mencetuskan pendidikan politik yang sesungguhnya, dengan mengedepankan toleransi. Karena politik bukan hanya milik kaum politisi, orang tua, atau kaum tertentu saja. Anak muda yang selama ini lebih melek internet juga diharapkan mau belajar politik. (srn)
(okezone.com)

24 April, 2009

Makna Membangkitkan Minat Baca

HEBAT. Itu tanggapan atas berita bahwa Indonesia bisa menjadi model untuk pemberantasan buta aksara di kawasan Asia Pasifik. Penilaian itu diberikan United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO). Sejak 2007, buta aksara di Indonesia turun 1,7 juta orang, menjadi 10,1 juta. Sekitar 7 juta di antaranya perempuan. Sukses program pemberantasan buta aksara antara lain berkat dukungan 59 perguruan tinggi negeri dan swasta di berbagai daerah di Indonesia. Jendela dunia terbuka makin lebar bagi mereka yang melek aksara.

Namun, angka tadi tidak seiring dengan hasil survei UNESCO yang menunjukkan minat baca kita sangat rendah. Dua tahun lalu kita yang paling rendah di kawasan Asia. Sementara itu International Educational Achievement mencatat kemampuan membaca siswa Indonesia paling rendah di kawasan ASEAN. Kesimpulan itu diambil dari penelitian atas 39 negara. Indonesia menempati urutan ke-38. Dua hal itu antara lain menyebabkan United Nations Development Program (UNDP) menempatkan kita pada urutan rendah dalam hal pembangunan sumber daya manusia.

Kenyataan-kenyataan tadi membuktikan, melek aksara tidak menjamin peningkatan kemampuan maupun minat membaca. Kita perlu prihatin. Tanpa minat baca, dari mana kita bisa memperoleh ide-ide segar dan baru? Dilihat dari jumlah penduduk kita dan jumlah harian yang beredar tiap hari, persentase bacaan koran amat sangat kecil. Seputar 1%? UNESCO menetapkan, sebaiknya 10%.

Editorial Media Indonesia hari Senin lalu khusus membahas soal ini. Antara lain disebutkannya, kemajuan media elektronik salah satu faktor yang ikut menghambat lajunya minat baca. Memang masyarakat kita sejak dulu jauh lebih mengandalkan budaya lisan daripada tulisan. Masyarakat kita lebih suka menonton wayang, misalnya. Bahwa jumlah buku dalam bahasa-bahasa daerah tidak berarti, membenarkan asumsi tadi. Maka kita tidak terlalu kaget ketika melihat masyarakat kita sekarang jauh lebih banyak menghabiskan waktu di depan televisi daripada membaca. Gejala ini sebenarnya ada di semua negara, bergantung pada kelompok masyarakatnya, tontonannya, dan jenis bahan bacaan yang ada.

Tekanan sosial seharusnya ada pengaruhnya. Misalnya, apakah minat dan kemampuan membaca merupakan persyaratan bagi klasifikasi sosial masyarakat? Di tingkat bawah, orang-orang kita yang buta aksara, atau yang kemampuan membacanya kurang, lebih sulit mencari pekerjaan yang memadai jika dibandingkan dengan mereka yang lebih terdidik. Ini seharusnya mendorong masyarakat untuk belajar membaca lebih baik.

Lain situasinya dengan masyarakat di negara-negara maju. Membaca kelihatannya sudah menjadi bagian dari hidup. Membaca juga memberi hiburan. Sistem dan fasilitas dibangun untuk mendukungnya. Begitu bertimbun bacaan-bacaan yang padat makna sejarah, makna ilmiah, atau padat nilai-nilai kemanusiaan, moral dan spiritual, maupun hiburan, sehingga masyarakat tinggal memilih sesuai selera. Membaca sudah menjadi bagian dari gaya hidup mereka.

Alex Inkeles, profesor sosiologi emeritus pada Hoover Institut, Universitas Stanford, pernah mengatakan tujuan pokok pembangunan ekonomi adalah mengusahakan tercapainya taraf penghidupan yang layak bagi segenap rakyat. Namun, rasanya kita sepakat, kemajuan suatu bangsa tidak bisa hanya diukur dari GNP per kapita rakyatnya. Pembangunan juga mencakup ide mendewasakan kehidupan politik, seperti tecermin dalam proses pemerintahan yang stabil dan tertib, yang didukung kemauan rakyat banyak. Juga mencakup pendidikan yang menyeluruh bagi rakyat, termasuk pengembangan seni budaya, sarana komunikasi, dan penyuburan segala bentuk rekreasi. Kesimpulannya, pembangunan mensyaratkan perubahan sikap dan perilaku manusia. Perlu transformasi. Sarana paling ampuh untuk transformasi adalah komunikasi. Bacaan termasuk di dalamnya.

Sejauh ini kita terkesan bingung menghadapi ide transformasi. Wajar karena transformasi menuntut perubahan cara berpikir. Secara berangsur kita harus meninggalkan cara berpikir yang sudah mengendap lama dalam budaya kita dan sudah kedaluwarsa. Sudah puluhan atau bahkan ratusan tahun. Meninggalkannya seperti meninggalkan prinsip-prinsip kehidupan asli kita. Tarik ulur pertentangan mengenai hal ini masih terjadi sampai sekarang. Dalam hal modernisasi, kita masyarakat heterogen. Menurut Inkeles, ciri-ciri manusia modern ada dua; yang eksternal dan yang internal. Yang pertama berkaitan dengan lingkungan. Yang kedua tentang sikap, nilai-nilai, dan perasaan. Perubahan eksternal mudah dikenali. Urbanisasi, komunikasi massa, industrialisasi, kehidupan politik, dan pendidikan, semua itu gejala-gejala modernisasi. Namun, sekalipun lingkungan telah modern, tidak dengan sendirinya kita menjadi manusia modern. Baru kalau kita berhasil mengubah cara berpikir kita, mengubah perasaan kita, mengubah perilaku kita, maka kita bisa menyebut diri manusia modern.

Ciri-ciri manusia modern adalah kalau dia bersedia membuka diri terhadap pengalaman baru, inovasi, dan perubahan. Maka jendela dunia akan terbuka. Itu semua bisa terjadi pada awalnya lewat bacaan karena manusia modern tidak hanya membatasi wawasannya pada lingkungan dekatnya, tetapi ingin melebarkan wawasannya ke cakrawala lain. Permasalahannya sekarang, bagaimana meningkatkan minat baca, dan meningkatkan kualitas dan kuantitas bahan-bahan bacaan sesuai kebutuhan masyarakat modern? Tentang buta aksara, kalau kita memang dianggap model untuk pemberantasan buta aksara, sistem yang ada tentunya akan kita teruskan. Kalau bisa, mempercepatnya. Kartini (1879-1904) sudah lebih dari seabad lalu berprakarsa mengajar membaca dan menulis kaumnya sekalipun dia sendiri hanya berpendidikan sekolah dasar. Sekarang masih ada 7 juta perempuan buta aksara. Fakta itu menyedihkan dan patut disesalkan. Kemungkinan mereka itu tinggal di desa-desa dan daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau.

Tentang kualitas dan kuantitas bahan bacaan, sebenarnya dua hal itu, dan minat baca, membentuk lingkaran setan. Minat baca bisa dibangkitkan oleh bahan bacaan yang bermutu dan/atau memikat. Kalau minat baca jumlahnya banyak, kuantitasnya menjadi banyak. Demikian seterusnya. Kualitas dan kuantitas buku yang mencukupi, dan harganya terjangkau, bisa menjauhkan masyarakat dari godaan-godaan hiburan lain yang tidak bermutu.

Bahwa masyarakat, dari anak-anak sampai orang tua, sering terpaku menonton televisi, boleh dikata sepanjang waktu luang mereka. Mungkin karena tidak ada hiburan lain, atau karena tidak ada keharusan bagi anak-anak untuk banyak membaca di rumah. Selain tidak ada keharusan bagi orang tua untuk memberikan teladan. Tentang keteladanan orang tua, Pustaka Publik di negeri Serawak, Malaysia, menyiasatinya dengan meminta kerja sama orang tua untuk menanamkan kebiasaan membaca. Orang tualah yang dipinjami buku. Dalam beberapa minggu, petugas Pustaka Publik datang kembali untuk mengganti buku-buku lama dengan yang baru.

Pengalaman itu disampaikan oleh perwakilan Malaysia ketika menghadiri seminar internasional Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB) bertema Reading for all. Organisasi sosial GPMB berdiri Oktober 2001, diprakarsai antara lain oleh Perpustakaan Nasional RI dan Departemen Pendidikan Nasional. Dia berfungsi menjadi mitra kerja pemerintah pusat maupun daerah dalam usaha meningkatkan minat baca masyarakat. Namun, sekalipun sudah berdiri tujuh tahun, gaungnya tidak banyak kita dengar. Mungkin masyarakat juga tidak terlalu peduli kalau itu menyangkut minat baca.

Seminar Reading for all yang diselenggarakan dua tahun lalu, juga dihadiri wakil-wakil dari Jepang, Belanda, Australia, dan Singapura. Mereka sependapat bahwa meningkatkan minat baca bisa dilakukan dengan menumbuhkan kebiasaan membaca secara disiplin lewat jalur pendidikan formal. Pembicara dari Jepang, misalnya, mengatakan mereka sekarang memiliki prinsip; teman duduk terbaik adalah buku. Di mana-mana di tempat-tempat umum kita melihat mereka membaca. Kebiasaan itu terpelihara. Sekolah-sekolah di Jepang mewajibkan para siswa membaca selama 10 menit sebelum melakukan kegiatan belajar mengajar. Metode pendidikannya dibuat sedemikian rupa sehingga para murid terdorong aktif membaca.

Tentang minat baca masyarakat Jepang yang tinggi, memang sudah sejak Restorasi Meiji lebih seabad lalu, Jepang memiliki tekad untuk mengejar kemajuan kebudayaan Barat. Sampai sekarang pun ribuan buku asing, terutama dari Amerika dan Eropa, telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang. Seperti orang kehausan, mereka tidak henti-hentinya menimba ilmu dan pengetahuan lewat bacaan. Untuk penduduk sekitar 125 juta orang, di sana tiap harinya beredar puluhan juta eksemplar surat kabar, tiap bulannya beredar ratusan juta eksemplar majalah dan jenis terbitan serupa, dan tiap tahunnya dicetak lebih dari 1 miliar buku. Pemegang rekor dunia. Lebih dari 50% tenaga kerja menangani industri ilmu pengetahuan.

Ekspose para utusan luar negeri di seminar Reading for all itu menyemangati publik yang gemar membaca di Indonesia. Intinya mereka menegaskan, maju tidaknya minat baca masyarakat berkaitan erat dengan peningkatan kemajuan suatu masyarakat. Dan peningkatan minat baca yang paling efektif adalah yang melalui jalur pendidikan formal. Di Belanda, peningkatan minat baca disiasati dengan mengharuskan para siswa memperkaya pengetahuan dengan membaca, ditunjang sistem perpustakaan yang memenuhi kebutuhan mereka. Di Singapura, minat baca para siswa ditumbuhkan lewat kurikulum. Misalnya guru mengharuskan siswa menyelesaikan pekerjaan sekolah dengan dukungan sebanyak mungkin buku. Di Australia, para siswa dibekali dengan semacam kartu untuk menuliskan judul buku yang dibaca. Catatan hasil membaca dan penilaian atas buku yang dibaca dilakukan setiap hari, sebelum kelas dimulai. Guru menyuruh setiap siswa menceritakan isi buku yang telah dibacanya. Sistem ini sekarang diberlakukan juga di sekolah-sekolah Indonesia yang berafiliasi dengan sekolah-sekolah Australia.

Untuk menunjang peningkatan minat baca, memang tidak akan cukup hanya dengan imbauan dan seruan. Banyak persoalan lebih gawat yang dihadapi masyarakat sehingga peningkatan minat baca dianggap bukan secara langsung menjadi tanggung jawab mereka. Karena itu kebijakan tersebut harus dijalin dalam sistem, khususnya dalam sistem pendidikan formal. Di luar itu, terbangunnya sistem dan fasilitas-fasilitas pendukung menjadi harapan banyak orang, termasuk pengadaan buku-buku bermutu yang harganya terjangkau dan jumlahnya mencukupi. Juga perpustakaan-perpustakaan yang jumlahnya memadai, untuk sekolah-sekolah dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi maupun perpustakaan-perpustakaan umum. Misalnya, selain yang milik pemerintah, akan sangat ideal kalau tiap RT, atau paling tidak tiap RW, berprakarsa membangun perpustakaan atau balai bacaan bagi warganya. Sejumlah budayawan aktivis telah melakukannya.

Semoga nanti kita bisa membuktikan, apa manfaat menggulirkan tradisi membaca bagi pembangunan manusia modern Indonesia untuk masa depan. Buku-buku bacaan anak-anak yang memuat dongeng-dongeng dan kisah-kisah menantang atau misterius, misalnya, bisa mengembangkan imajinasi anak Indonesia tanpa mengenal batas. Bila imajinasi mereka cukup kuat, tidak mungkin mereka akan meninggalkannya tanpa mencoba meraihnya. Begitu pula lewat bacaan, kita dengan rela akan meninggalkan pandangan-pandangan sempit yang tidak sesuai lagi dengan zamannya. Berbagai buku yang padat informasi tentang perkembangan ilmu pengetahuan serta pengalaman masyarakat dunia pada gilirannya nanti akan membuat kita ikut berpacu mengejar kemajuan yang juga dicoba diraih bangsa-bangsa lain.

Oleh Toeti Adhitama, Anggota Dewan Redaksi Media Group

22 April, 2009

Mengasah Otak Sehebat Komputer


DI era globalisasi informasi saat ini, otak kita sebagai processor diyakini kewalahan mengolah informasi yang tumpah ruah menjadi suatu pengetahuan. Bahkan ilmuwan sehebat Einsten pun berpendapat bahwa ia hanya memanfaatkan kurang dari 10 persen dari potensi otaknya. Karena itulah, sekarang sudah ditemukan sebuah metode baru untuk mengoptimalkan kapasitas otak yang dinamakan dengan Mind Map.

Mind Map yang ditemukan di tahun 1974 oleh Tony Buzan, seorang yang memang ahli dalam pengembangan potensi manusia di daerah kelahirannya. Pria kelahiran 2 Juni 1942 asal London ini, sangat memahami betul bahwa otak manusia harus selalu diasah agar mencegah kepikunan di masa tua.

Buzan yang ditemui Mediaindonesia.com di sela-sela sebuah seminar di Jakarta belum lama ini, mengatakan ide awalnya membuat konsep Mind Map sebenarnya muncul dari pengamatannya dalam bidang perkembangan teknologi komputer pada tahun 1971.

Otak kita itu sebenarnya bekerja lebih cepat dari sebuah komputer. Dengan pemetaan pemikiran maka semua yang masalah selama ini dirasakan sulit akan mudah terpecahkan," kata Buzan. Dalam metodenya, Buzan mengeksplorasi daya pikir manusia dengan merekayasa model pengembangan potensi manusia yang disebutnya Pemetaan Pikiran. Pria yang ternyata sudah tiga kali datang ke Indonesia menggunakan teknik curah gagasan dengan menggunakan kata kunci bebas, simbol, gambar, dan melukiskannya secara kesatuan di sekitar Tema Utama seperti pohon dengan akar, ranting, dan daun-daunnya.

Tahap pertama setelah tema ditentukan dan kata kunci hasil curah gagasan dituliskan, dilukis, dan ditandai dengan warna atau simbol tertentu adalah menyusun ulang kata kunci tersebut. Kemudian proses curah gagasan diteruskan kembali secara bebas. Kata kunci yang digunakan disarankan hanya satu kata tunggal. "Saya sangat mengharapkan pendidikan di Indonesia, sudah mulai bisa mengaplikasikan metode ini untuk pengajaran", ujar Buzan.

Dia memberikan contoh bahwa sudah banyak negara yang menggunakan metode ini dan dimasukkan dalam kurikulum pendidikan dan semuanya sudah berhasil. Buzan optimistis Mind Map pasti bisa pula berhasil di Indonesia. Ia memberi contoh Singapura yang sudah menerapkan metode tersebut ke sistem pengajarannya. Bahkan Pemerintah Malaysia sudah merencanakan tahun 2011, memasukkan Mind Map dalam kurikulum pendidikannya.

"Hambatan yang paling sering ditemukan ketika ingin menggunakan metode Mind Map ini adalah Kurang pahamnya orang-orang mengenai apa itu Mind Map dan biasanya mereka menyerah dulu sebelum mencoba metode tersebut", keluhnya.

Tony Buzan adalah pengarang kelas dunia yang telah menulis 82 buku mengenai otak dan pembelajaran. Hingga saat ini, buku-bukunya telah diterjemahkan di 100 negara dan ke dalam 30 bahasa. Selain berceramah ke seluruh dunia, Buzan juga menjadi penasihat untuk perusahaan-perusahaan multinasional, pemerintahan, dan menjadi pelatih atlet-atlet Olimpiade.

Buzan juga merupakan salah satu pencetus Olimpiade untuk Otak-Olimpiade Olahraga Otak yang telah diikuti oleh 25.000 peserta dari 74 negara di seluruh dunia. Ia juga menjadi penasihat pengusaha-pengusaha top dunia dan memberikan ceramah untuk anak-anak.

Adinda Putri

21 April, 2009

Karakteristik Dasar Bangsa Indonesia


Sebuah sumbangan pikiran bagi bangsaku...

Perjalanan sejarah

Bangsa Indonesia sebagai sebuah populasi telah mengalami perjalanan sejarah yang cukup panjang. Dapat kita sebutkan berbagai jaman yang telah dilalui di antaranya yakni Jaman Pra Sejarah Phytecantropus Erectus, Homo Sapiens, Jaman Penjajahan Portugis, Spanyol, Belanda, Jepang, Jaman Kerajaan-kerajaan Hindu, Budha, Islam, Jaman Perang Kemerdekaan, Jaman Orde Lama, Jaman Orde Baru, Jaman Reformasi.
Sejak dulu nenek moyang Bangsa Indonesia dan para pendahulu kita telah berhasil meletakkan fundamen dalam sendi-sendi kehidupan bangsa. Berulang kali telah lahir putera-putera terbaik bangsa yang berpemikiran cemerlang, dengan tindakan yang tegas, dengan kemauan yang keras serta dengan ketulusan murni berkarya untuk seluruh masyarakat. Putera-putera terbaik bangsa tersebut datang dan pergi, timbul dan tenggelam, seiring dengan masa waktu pengabdian yang dibatasi oleh umur dan maut. Kepergian mereka selalu memberikan modal berharga buat bangsa ini yaitu berupa warisan buah pikir, yang tak akan pernah terbatasi oleh umur dan maut.

Harta warisan bangsa

Kita "pernah mendengar" tentang harta warisan nenek moyang kita berupa kitab bernama Negarakertagama/Desawarnana karangan Mpu Prapanca, Kitab Sutasoma tulisan Mpu Tantular, dan lain-lain. Kitab-kitab tersebut memuat kisah-kisah realita maupun fiktif dalam kehidupan masyarakat serta mengulas banyak filsafat kuno yang sebenarnya dalam masa waktu yang panjang telah benar-benar teruji. Filsafat kuno, teori serta norma yang terkandung di dalamnya merupakan hasil formulasi dari karakteristik dasar Bangsa Indonesia yang telah dijadikan fundamen kehidupan masyarakat dalam kurun waktu ratusan tahun. Di sisi lain para pemimpin dan pemikir Indonesia seringkali mengembangkan pola berpikir serta bertindak dengan berpedoman pada filsafat maupun teori asing. Tersebutlah beberapa nama yang tulisannya sering kali digunakan menjadi dasar dalam berpikir, seperti: Plato, John F.Kennedy, Sun Tzu, Aristoteles, Machiavelli, dan lain sebagainya. Dimensi waktu telah menggiring Bangsa Indonesia untuk lebih mendalami teori-teori asing sementara teori-teori warisan nenek moyang kita dikesampingkan bahkan hanya menempati posisi "pernah mendengar".

"You are what you read" (anda adalah apa yang anda baca) berhubungan erat dengan "knowledge is power" (ilmu pengetahuan adalah kekuatan). Kita akan berkemampuan untuk berpikir, menentukan langkah serta mengambil keputusan berdasarkan apa yang kita baca. Semua yang dibaca oleh seseorang akan sangat mempengaruhi karakteristik orang tersebut. Disamping itu semua orang bijak meyakini bahwa pengetahuan adalah suatu kekuatan, di mana manusia diberikan karunia akal budi sehingga mampu mengalahkan semua makhluk lain yang secara fisik nampak lebih kuat seperti gajah, singa, badak, ular, dan lain sebagainya, termasuk pula untuk menang mengatasi alam, iklim, serta geografis. Dengan ilmu pengetahuan yang dikuasai, orang pun akan bisa menguasai orang lain. Semua ilmu pengetahuan yang bisa dipelajari bersifat universal dalam arti tidak mengenal batas benua, batas negara maupun batas rumpun bangsa.

Dari berbagai ilmu pengetahuan yang dipelajari, kita harus melihat pula keserasian antara kebudayaan yang terkandung di dalam ilmu tersebut dengan kebudayaan lingkungan masyarakat atau bangsa yang akan kita terapkan. Sudah barang tentu kebudayaan yang terkandung dalam ilmu-ilmu Eropa, Afrika, Australia atau pun Amerika, tidak akan semua cocok dengan kebudayaan Asia. Berbagai ilmu pengetahuan dan teori dari negara asing harus tetap dipelajari, namun dengan tidak mengesampingkan apa yang ada dalam harta warisan nenek moyang Bangsa Indonesia. Para pemimpin dan pemikir Indonesia harus mampu mengkombinasikannya untuk mendapatkan taraf hidup bangsa yang lebih baik disertai dengan kekuatan moral dan mental spiritual yang kokoh. Karakteristik dasar Bangsa Indonesia harus dipegang teguh.

Bangsa petani

Di dalam kitab-kitab warisan nenek moyang Bangsa Indonesia acap kali disebutkan tentang nuansa kehidupan masyarakat yang bekerja sehari hari sebagai pengolah hasil bumi. Dari masa ke masa dituliskan tentang masyarakat yang pergi ke sawah, aturan musim tanam dan musim panen, pembagian aliran air, serta penyelesaian persengketaan antar petani. Ada pula tertulis penyebutan Pulau Jawa sebagai Jawadwipa (pulau padi) karena kesuksesan bidang pertaniannya. Di masa lampau perniagaan internasional melalui jalur-jalur laut telah menceritakan kesuksesan Bangsa Indonesia dalam menjual hasil bumi berupa beras dan rempah-rempah, dalam hubungannya dengan berbagi bangsa Eropa, Arab, dan China.

Bila kita mengingat beberapa tahun silam tersiar di seluruh dunia bahwa Republik Indonesia telah menjadi "Macan Asia". Predikat ini muncul setelah Indonesia berhasil membangun sektor pertanian sehingga menjadi Negara swasembada beras bahkan negara pengekspor beras terbesar se-Asia. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan signifikan kita alami selama tahun 1984-1989.

Sejak jaman nenek moyang Bangsa Indonesia kita sudah digariskan bagaikan kodrat menjadi bangsa agraris. Perkembangan jaman di tahun-tahun terakhir masa Orde Baru, berlanjut pada masa Reformasi, hingga dewasa ini, telah membawa Bangsa Indonesia memacu perekonomian negara lebih ke arah bidang industri, teknologi dan penanaman saham. Banyak pemuda Indonesia yang meninggalkan bidang pertanian, bahkan muncul iklim berpikir bahwa profesi sebagai petani adalah profesi yang terbelakang dan tidak populer.

Bangsa nelayan

Dalam tiap kesempatan kita berulang kali membanggakan Kapal Phinisi Nusantara. Berulang kali kita ceritakan kegagahan nenek moyang kita yang berhasil mengarungi lautan hingga ke Madagaskar. Dalam setiap pembicaraan dengan orang asing kita tampilkan bahwa "Indonesia is the largest archipelago in the world" (Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia). Mayoritas masyarakat pun paham dengan lagu yang sering dinyanyikan sejak kecil "Nenek moyangku orang pelaut, gemar mengarung luas samudera." Bila kita renungkan secara mendalam dapat tergambar jelas bahwa kita memiliki negara dengan kekayaan dan potensi kelautan yang luar biasa.

Jumlah pelancong manca negara tidak pernah surut untuk mengunjungi pantai dan laut Indonesia. Sebagian mereka datang dengan tujuan wisata, namun tidak sedikit pula yang datang untuk penelitian dan berdagang. Mereka datang melihat dan mengagumi kekayaan laut kita. Semua pelancong ini jelas mendatangkan devisa bagi negara.

Sekarang mari kita bandingkan luas perairan Indonesia dengan perairan Negara Jepang, Filipina, Malaysia dan Thailand. Perairan Indonesia jauh lebih luas dan lebih kaya akan harta kelautannya. Namun hingga kini selalu saja muncul pertanyaan "mengapa justru negara mereka yang bisa mengekspor hasil laut lebih banyak?" Bila kita menoleh sekilas ke arah lautan luas di seluruh Indonesia dapat kita temukan banyak sekali nelayan asing yang mengambil hasil laut kita mulai dari ikan, terumbu karang, bahkan pengambilan harta karun di dasar laut. Sebagian besar kegiatan eksploitasi laut dilakukan tanpa ijin dari pemerintah setempat. Nelayan asing mengambil ikan-ikan di wilayah kita secara illegal untuk konsumsi mereka serta untuk komoditi ekspor yang menghasilkan bagi devisa negara mereka. Illegal fishing yang dilakukan oleh nelayan-nelayan asing menggunakan alat peralatan penangkapan ikan dan system perkapalan yang modern. Sarana dan pra sarana pengolahan hasil laut yang mereka gunakan dilengkapi dengan teknologi canggih.

Kenyataan luasnya lautan yang kita miliki serta perjalanan kehidupan nenek moyang kita mengarungi samudera luas telah menggariskan kita bagaikan kodrat sebagai bangsa maritim, bangsa nelayan.

Produksi Pertanian dan Kelautan-Perikanan

Sementara ini kita masih harus berhadapan dengan polemik harga beras. Impor beras yang selama ini masuk dari Thailand menggusur beras lokal dikarenakan harganya yang relatif jauh lebih murah. Menurunnya produksi beras lokal adalah sebagai akibat dari kegagalan panen, pengelolaan pertanian yang buruk serta ekonomi pertanian yang kurang memadai. Produksi beras yang minim ini tetap dihadapkan dengan kebutuhan beras masyarakat sehingga berdampak pada kenaikan harga beras lokal, harga beras impor lebih murah. Namun kita patut berbangga dengan perjuangan ekonomi nasional dengan melihat fakta bahwa pada tahun 2008 negara kita sudah mencapai swasembada beras. Padahal di akhir tahun 2008 kita semua berhadapan dengan suasana krisis ekonomi global yang sangat mengguncang negara-negara di dunia. Selama 2 tahun terakhir produksi beras kita cenderung meningkat yaitu di angka pertumbuhan 5% setiap tahunnya.

Lahirlah kemudian kebijakan pemerintah bahwa untuk tahun 2009 ini Indonesia tidak mengimpor beras. Produksi beras nasional pada tahun 2008 sudah mencapai 3,1 juta ton, sehingga bukanlah suatu mimpi di siang bolong bila kita berharap dan bertekad akan menjadi negara pengekspor beras pada triwulan IV tahun 2009 ini. Ekspor beras akan direalisasikan apabila Indonesia sudah mencapai surplus produksi beras sebanyak 5 juta ton (produksi beras 35.9 juta ton sedangkan kebutuhan beras per tahun 30.9 juta ton).

Di sisi lain bila kita masuk pada sektor kelautan dan perikanan terdapat tabel produksi perikanan yang menunjukkan bahwa saat ini ada 12 jenis komoditi perikanan yang begitu diminati. Kecepatan arus informasi serta peningkatan teknologi yang mendukung budi daya kelautan menimbulkan peningkatan dalam angka permintaan kosumen. Jenis komoditi perikanan laut dan darat yang paling favorit saat ini berturut-turut yaitu patin, rumput laut, nila, gurame, bandeng, lele, kerapu, kerang-kerangan, ikan mas, udang, kakap, dan kepiting. Khusus produksi rumput laut menjadi sangat diunggulkan karena angkanya mencapai 1 juta ton per tahun, selanjutnya diharapkan akan mencapai 4 juta ton pada tahun 2009.

Angka-angka yang membanggakan di sektor Pertanian dan Kelautan-perikanan di atas adalah fakta yang harus kita pertahankan serta kita tingkatkan. Kemajuan tersebut memberikan peluang yang sangat berarti bagi terciptanya lapangan-lapangan kerja baru bagi masyarakat. Badan-badan maupun instansi terkait dituntut untuk segera memulai pengelolaan pertanian dan kelautan-perikanan secara profesional, tertata dan modern. Oleh karenanya setiap pihak harus memberi perhatian lebih guna mendukung pengembangan perekonomian bangsa.

Arah strategi

Harus ada pembaruan dalam iklim berpikir masyarakat Indonesia. Bila kita cermati nasehat orang tua dalam belajar dan bersekolah, akan teringat bahwa setiap orang tua menginginkan anak-anaknya berhasil dalam kehidupan di masa depan. Meraih kesuksesan yang dimaksud oleh para orang tua tersebut dibatasi oleh standar profesi sukses. Ditanamkan kepada anak-anak semenjak kecil bahwa standar profesi sukses itu adalah profesi sebagai dokter, insinyur, penerbang, nahkoda, akuntan, arsitek, perwira militer dan bisnisman. Hal ini juga telah lama ditanamkan secara kontinyu di sekolah-sekolah. Itu semua adalah profesi yang baik.

Dengan menggali kitab-kitab harta warisan nenek moyang kita dapat tersadarkan bahwa profesi mayoritas yang sangat cocok dengan kultur, geografi, iklim serta kondisi kelautan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah profesi petani dan nelayan. Hal ini berkaitkan pula dengan besarnya jumlah populasi penduduk Indonesia yaitu sekitar 238 juta jiwa, sehingga sangat diperlukan lapangan kerja (bidang kerja mayoritas) yang cocok untuk mengakomodir jumlah tersebut. Para orang tua dan guru adalah merupakan ujung tombak dalam menentukan arah strategi ini. Berbagai cara dapat dikembangkan untuk menstimulasi minat pemuda-pemudi Indonesia. Harus dimulai sedini mungkin penanaman motivasi dalam diri pemuda-pemudi Indonesia akan kesuksesan hidup di masa mendatang melalui profesi petani dan nelayan di dalam era "pertanian modern" serta "kelautan modern". Dengan kata lain tumbuh kebanggaan dalam masyarakat terhadap profesi petani dan nelayan.

Fungsi pemerintah sangat dibutuhkan guna mendukung arah strategi tersebut. Pemerintah melalui departemen-departemennya secara simultan akan dapat mempercepat pembentukan iklim berpikir pemuda Indonesia masa kini. Apa yang dilakukan pemerintah sudah jelas akan memperoleh dampak yang berkesinambungan dalam berbagai aspek termasuk devisa negara.

Departemen pendidikan dan pengajaran selayaknya memasukkan beberapa jam pelajaran tentang "pertanian modern" dan "kelautan modern" ke dalam kurikulum pendidikan, disertai dengan pemberian kesempatan bagi para siswa mengikuti study tour ke daerah-daerah pertanian/kelautan serta ke instansi-instansi terkait.

Dukungan dari Departemen Pertanian serta Departemen Kelautan dan Perikanan sangat dibutuhkan dalam pengadaan alat-alat instruksi, penyediaan brosur-brosur, file presentasi, dan lain sebagainya dalam rangka kampaye petanian dan kelautan modern.

Keaktifan peran Departemen Penerangan akan sangat berpengaruh dalam pembentukan iklim berpikir Bangsa Indonesia ke arah pertanian dan kelautan modern. Iklan yang bertubi-tubi tentang pertanian dan kelautan yang dikelola secara modern dengan didukung teknologi tepat guna akan menstimulasi serta merubah cara berpikir masyarakat Indonesia. Secara bertahap namun pasti langkah-langkah ini akan mengarah kepada pemahaman terhadap arti penting pertanian dan kelautan bagi Bangsa Indonesia.

Departemen Perdagangan dapat pula mengambil posisi penting dalam arah strategi ini. Mekanisme perdagangan dalam negeri dapat disiapkan dengan pembaruan system yang lebih baik sehingga menguntungkan ekonomi para petani dan nelayan. Penyiapan hubungan pangsa pasar di luar negeri pun harus disiapkan dengan matang sehingga memungkinkan untuk dilakukannya ekspor secara besar-besaran dengan frekuensi yang tinggi dan tetap stabil.

Departemen Keuangan beserta Bank Indonesia dapat memposisikan diri sebagai pendukung sesuai kapasitas nya. System pinjaman lunak yang paling cocok kepada petani dan nelayan dapat diselenggarakan, pengadaan barang-barang teknologi sebagai sarana pendukung pertanian dan kelautan pun dapat disiapkan. Demikian pula dengan pengelolaan ekonomi negara nantinya dapat terdukung dari keberhasilan di sektor pertanian dan kelautan.

Menjadi petani dan nelayan adalah bagaikan suatu kodrat bagi Bangsa Indonesia. Karakteristik dasar Bangsa Indonesia sebagai fundamen bagi profesi mayoritas. Tanpa mengesampingkan profesi yang lain, kita pun harus mengangkat prestise profesi petani dan nelayan. Pembentukan iklim berpikir pemuda Indonesia masa kini dimulai dengan penciptaan opini bahwa standar profesi sukses bagi pemuda-pemudi Indonesia di masa depan bisa dalam bentuk keberhasilan sebagai "petani modern" dan "nelayan modern".

Jayalah negeriku, makmur lah bangsaku !

Mayor CPM Anggiat Napitupulu, SH
Dari catatan kecil, buah pikir dan pandangan pribadi
Marjayoun-Lebanon, 20 April 2009

12 April, 2009

Dua Arah Untuk Masa Depan


PEMILU Legislatif 2009 menghasilkan perubahan di papan atas. Berdasarkan hasil quick count, Partai Demokrat meraih suara terbanyak mengalahkan Golkar dan PDI Perjuangan.

Tiga partai besar itu menjadi partai papan atas dengan menguasai sekitar 50% suara. Adapun papan tengah didominasi empat partai Islam yang mengantongi sekitar 25% suara.

Selain Partai Demokrat, yang juga bikin sejarah adalah dua partai baru, Gerindra dan Hanura. Keduanya lolos ambang batas parlemen 2,5%. Maka, sesungguhnya hanya ada sembilan partai yang punya hak untuk hidup. Selebihnya adalah partai-partai sangat kecil yang praktis hanya layak diberi gelar sebagai penggembira dalam pemilu.

Akan tetapi, inilah penggembira yang menyedihkan. Menyedihkan karena sang penggembira sendirian sebagai partai tidak layak untuk tetap hidup. Padahal bila semua penggembira itu bergabung, cukup bergigi. Sebab, total memiliki sekitar 20% suara.

Tetapi mukjizat manakah yang bisa menyatukan 29 partai cilik itu sehingga sebagai penggembira bersama-sama gembira?


Hasil pemilu legislatif itu sedikitnya memberi dua arah untuk masa depan.


Yang pertama cukup 10 partai. Tiga kali pemilu legislatif (1999, 2004, dan 2009) menunjukkan pecahan partai hanya menghasilkan puing. Apakah elite partai tidak malu hanya menghasilkan puing?

Yang kedua sangat sulit membesarkan partai sehingga sendirian dapat mencalonkan presiden. Tidak mudah meraih 25% suara. Harus berkoalisi. Kenyataan itu mestinya membongkar cara pandang pimpinan partai yang baru sibuk mendesain koalisi menjelang pemilu.

Postulat berpikir bahwa koalisi baru layak dibicarakan setelah melihat hasil pemilu legislatif kiranya sudah harus dimasukkan ke keranjang sampah. Itu pikiran yang tidak cocok lagi dengan jalannya sejarah. Implikasinya jelas sangat rasional.

Koalisi partai sebelum pemilu memberi gambaran perkawinan ideologis yang terbuka di hadapan warga. Terbuka sebelum mencontreng di bilik suara. Tidak seperti sekarang, pemilih bisa tertipu karena telah memilih sebuah partai yang dinilai seideologi, tetapi kemudian partai pilihannya itu berkoalisi dengan partai yang berbeda ideologi dalam hal mencalonkan presiden.

Dampak lain ialah koalisi itu mestinya juga dibangun dengan kesamaan program. Partai yang berkoalisi sejak dini telah menyusun program yang sama. Bukan hanya program yang bervisi jauh, tetapi sekaligus juga sangat operasional alias masuk akal untuk dilaksanakan. Sudah tentu, jauh hari pula warga mestinya sudah tahu calon presiden dan wakil presiden yang akan diusung.

Tidak seperti sekarang, baru tahu menjelang akad nikah. Ini mirip perkawinan yang terburu-buru atau perkawinan yang dianggap bakal mulus karena hanya diperlukan cinta untuk lima tahun. Selebihnya, bisa bilang bye bye.... Ini jelas bukan contoh pendidikan politik yang bagus.

Investasi Keluarga = Sillaturrahmi


SESEORANG mengatakan investasi terbesar bukanlah pada uang tetapi keluarga. Mungkin yang dikatakannya benar, karena suatu saat nanti ada yang tak bisa dibeli oleh uang. Lalu apa ya, yang dimaksud dengan investasi keluarga itu sebenarnya? Jawabnya ada di media perempuan.
Secara singkat investasi keluarga bisa dikatakan dengan tetap menguatkan tali hubungan antara satu dan anggota lainnya atau biasa disebut dengan menjalin tali silaturahmi. Memang terdengar biasa dan kurang menarik, tapi dibalik kata itu tersimpan makna yang begitu besar.
Bagi orang timur seperti Indonesia, keluarga masih menjadi bagian terpenting dalam kehidupan seseorang, seperti pengambilan keputusan. Ada pula momen-momen penting di mana seolah-olah, berkumpul bersama keluarga adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan, seperti hari besar keagamaan.
Budaya ini seolah sudah mendarah daging, tapi di luar itu semua, keluargalah yang akhirnya menjadi tempat kembali Anda. Seberapapun tuanya Anda, tetaplah seorang anak dari ayah dan ibu. Sekalipun ada mantan istri atau pun suami tapi tak akan pernah ada mantan ayah atau ibu.
Tapi terkadang kenyataannya tak sejalan dengan teori yang ada. Jika diperhatikan, banyak cerita yang mengungkapkan alur tentang hubungan yang kurang harmonis dengan keluarga. Sayangnya, hal ini tak hanya terjadi di dalam cerita. Banyak di kehidupan sebenarnya yang mengalami permasalahan dengan keluarga. Jadi, bersyukurlah jika Anda memiliki keluarga yang bahagia.
Cara-cara di bawah ini mungkin bisa membantu Anda untuk memperbaiki lagi tali silaturahmi yang sempat renggang.
1. Datangi orangtua dan minta maaf
Sekalipun Anda tak bersalah, tapi tak ada salahnya jika meminta maaf lebih dulu. Entah karena apa tapi biasanya orangtua memiliki gengsi yang tinggi meski sekadar untuk meminta maaf.
2. Gunakan pihak ketiga
Anda bisa mencari penengah yang mampu menyalurkan aspirasi ke orangtua. Seseorang yang sekiranya akan didengar oleh mereka ketika menyampaikan pendapat. Siapapun mereka, tapi lebih baik lagi jika berasal dari keluarga juga.
3. Bawa putra-putri Anda
Terkadang orangtua bisa luluh saat melihat cucunya. Mungkin terkesan agak kejam karena menggunakan anak sebagai alat untuk menyatukan kembali Anda dan orangtua. Tapi sisi baiknya adalah memperkenalkan dan mendekatkan anak-anak dengan kakek dan neneknya.
4. Sempatkanlah waktu untuk berkunjung
Jangan gunakan sisa waktu yang ada tapi pakailah waktu utama Anda. Dalam artian jangan mengunjungi orangtua sehabis pulang kantor ketika energi sudah habis dan otak tak lagi bisa bekerja. Tapi pilihlah waktu saat Anda merasa fresh, dengan stamina yang baik pula, Sabtu Minggu bisa menjadi pilihan yang baik.
Penulis : Firda Kurnia Widyasari/mediaindonesia.com

08 April, 2009

TERIMA TUBUHMU APA ADANYA...


TEMPO Interaktif, Jakarta:Entah faktor kesengajaan atau bukan, selama ini perempuan menjadi sasaran empuk dengan menciptakan kecantikan semu. Kecantikan yang hanya memfokuskan serta mengandalkan pada sisi luarnya saja atau fisik semata ini, tidak diikuti wawasan yang cukup tentang bagaimana menjadi perempuan berkualitas. Demikian benang merah yang disampaikan dokter Hasto Wardoyo Sp OG. Beberapa waktu lalu di Jakarta,
Dokter Hasto mengungkapkan hal ini di sebuah seminar terbatas berjudul I Love My Body. Dia menerangkan salah satu dalam hal penampilan fisik, perempuan sering ditempatkan di koridor atau persimpangan yang terkait dengan konsep kecantikan dalam label publik atau menurut versi media yang selalu memberikan kondisi riil terkait dengan fisik mereka.
"Tanpa disadari banyak perempuan yang menjadi korban pelangsing atau kosmetik demi meraih pemahaman cantik seperti yang dilabelkan media atau publik," tutur pakar kesehatan reproduksi ini. Dia melanjutkan situasi yang demikian ini diperparah dengan kenyataan masyarakat kita memandang cantik adalah lansing, putih dan mulus. "Pada akhirnya menempatkan perempuan yang berada di luar kategori ini adaah perempuan yang tidak cantik dan akibat terburuk mereka ini kemudian menjadi korban dalam hubungan bersama pasangannya."
Senada dengan dokter Hasto, Nur Hasyim, aktivis laki-laki anti kekerasan memaparkan data terkini kondisi akibat proses berantai yang panjang ini adalah tingginya kasus perselingkuhan yang diteliti lembaganya pada tahun 2008 sekitar 293 kasus kekerasan dalam rumah tangga, sebanyak 56 persen adalah bermula dari kasus perselingkuhan.
Data ini melebar pada penjelasan penyebab perselingkuhan menunjukkan dan mayoritas pelakunya (para lelaki) mencari sosok yang lebih muda, lebih menarik dari sisi fisik. "Hal ini makin menegaskan konteks membina hubungan dengan pasangan, ukuran perekat hubungannya adalah hal-hal yang bersifat fisik," ungkapnya serius.
Menurut dokter Hasto kondisi yang dipaparkan Nur secara tidak langsung menimbulkan keresahan besar pada perempuan yang selalu dihinggapi perasaan takut, was-was dan khawatir dengan tubuhnya. Dia selalu menyarankan mereka (para perempuan) untuk selalu mensyukuri dan mencintai keadaan tubuhnya. Dengan kesadaran mencintai kondisi tubuh seseorang, si perempuan akan merasa memiliki harga diri yang tinggi, bersyukur dan menerima kondisi tubuh apa adanya.
"Dengan demikian mereka tidak terbebani ukuran cantik tidak melihat pada label atau penilaian media dan anggapan masyarakat. Ukuran yang dipakainya cantik berarti sehat secara menyeluruh dari segi psikis, fisik dan sosial," ujarnya. Diapun mengingtakan sebaiknya perempuan dapat menerima tubuh apa adanya dan menyadari menjaga kesehatan bagian terpenting dari hak tubuhnya. Dengan demikian perempuan tersebut berhak memiliki kesempatan hidupnya sendiri dan lebih baik lagi.
Artis Inggrid Widjanarko mengaku tak pernah risau dengan urusan sepele soal kecantikan fisik. Baginya terpenting inner beauty atau kecantikan dari dalam, jadi bukan semata kecantikan fisik. "Yang utama buatku ya mensyukuri aku memiliki kecantikan batin, menjaga kesehatan barulah mendandani diri dengan penamapilan ayanga pas dan atidak berlebihan. Aku tipe orang yang bisa menerima tubuh apa adanya," ujarnya.
Adapun penyanyi Rieka Roeslan menanggapi kecantikan fisik bukan segala-galanya. Baginya kecantikan yang terpancar dari dalam dan sikap mensyukuri kesehatan tubuh yang sudah diberikan Sang Pencipta justru merupakan hal terpenting. "Kalau ada yang bilang cantik terpenting itu fisik , saya hanya merasa kasihan kok ya bisa menilai segitu pentingnya." HADRIANI P
Klub Bisnis Internet Berorientasi Action