wirausaha online

19 Mei, 2009

Menguji Janji dengan DEBAT.

Selasa, 19 Mei 2009 00:23 WIB

Tiga pasang calon presiden dan wakilnya sudah siap berkompetisi memperebutkan suara rakyat pada 8 Juli 2009. Seperti biasa, janji-janji manis pun ditebar. Semua kandidat menyatakan hendak memakmurkan dan menyejahterakan rakyat. Janji seperti ini tentu boleh saja, tapi khalayak memerlukan penjelasan yang masuk akal bagaimana hal itu bisa dicapai.
Itulah pentingnya debat terbuka, baik lewat acara kampanye resmi maupun melalui media massa. Boediono--calon wakil presiden pasangan Susilo Bambang Yudhoyono--telah memulainya saat berpidato dalam acara deklarasi di Bandung. Ia menekankan perlunya pemerintahan yang bersih, bebas dari kepentingan bisnis pejabat. Sengaja atau tidak, ia tampak menyindir praktek yang dilakukan beberapa pejabat selama ini.

Boediono seolah juga ingin membantah tudingan bahwa dirinya penganut neoliberalisme--paham yang menyerahkan urusan ekonomi ke mekanisme pasar dengan campur tangan negara sekecil mungkin. Menurut dia, perekonomian Indonesia tak bisa sepenuhnya diserahkan ke pasar bebas. Boediono menegaskan, perekonomian selalu memerlukan intervensi pemerintah dengan aturan main yang jelas dan adil.

Tak hanya menajamkan sosok ekonomi yang hendak dibangun oleh pasangan Yudhoyono-Boediono, penjelasan itu juga memancing kandidat lain membuka jati dirinya. Sebab, tak lama kemudian calon presiden Jusuf Kalla mengkritik kebijakan Boediono, yang pernah menjabat Menteri Perekonomian. Sebagai wakil presiden, Kalla mengaku sering berseberangan dengan dia, misalnya dalam proyek pembangkit listrik 10 ribu megawatt.

Didanai oleh konsorsium bank-bank Cina, proyek senilai Rp 170 triliun itu membutuhkan jaminan penuh pemerintah. Kalla setuju, tapi Boediono menolak lantaran sesuai dengan aturan pemerintah tak boleh menjamin kredit dari luar negeri. Sang calon presiden juga menilai pemerintah terlalu lamban bertindak lantaran terlalu banyak rapat.

Lewat gaya kepemimpinannya yang “lebih cepat”, Kalla, yang berpasangan dengan Wiranto, menjanjikan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 8 persen pada 2011. Hal ini ditempuh dengan tiga langkah, yakni meningkatkan suku bunga, menggiatkan pembangunan infrastruktur, serta penyediaan listrik dalam jumlah besar dan terjangkau.

Tampaknya para kandidat, termasuk pasangan Megawati-Prabowo, lebih banyak bicara masalah ekonomi. Pasangan ini bercita-cita mewujudkan bangsa yang mandiri lewat program yang diklaim berpihak kepada wong cilik. Mereka ingin menerapkan ekonomi kerakyatan. Prabowo, yang kekayaannya bernilai Rp 1,7 triliun, bahkan berjanji mencetak satu juta hektare sawah per tahun, melakukan pengembangan bioenergi untuk nelayan, dan pengembangan ekonomi koperasi.

Kubu Megawati-Prabowo belum menjelaskan lebih detail bagaimana melaksanakan program mulia itu tanpa merusak tatanan ekonomi yang sudah ada. Begitu pula pasangan lainnya, sebagian besar program mereka masih samar-samar.

Itu sebabnya, para calon presiden dan wakil presiden dianjurkan segera menyampaikan strategi mereka memajukan negeri ini secara lebih gamblang. Boediono dan Kalla sudah memulai perdebatan, dan perlu terus digulirkan. Bukan hanya soal ekonomi, tapi juga mengenai pendidikan, reformasi birokrasi, dan pemberantasan korupsi.
Sumber : http://www.tempointeraktif.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Klub Bisnis Internet Berorientasi Action