wirausaha online

26 Agustus, 2009

KPK, Puasa dan Perilaku KORUPTIF


Umat Islam baru saja memasuki Ramadan, bulan saat mereka diwajibkan berpuasa selama sebulan penuh. Tujuannya, dalam kehidupan harian, seorang muslim melaksanakan apa yang diperintah dan menjauhi apa yang dilarang oleh Allah, penguasa dunia dan akhirat.Salah satu larangan, baik menurut Islam maupun agama langit lainnya, adalah korupsi. Targetnya, setiap muslim peduli terhadap orang yang lapar baik karena tidak mempunyai pekerjaan maupun karena penghasilan yang tidak cukup. Apalagi terhadap fakir miskin, yatim piatu, dan gelandangan yang menurut UUD 45 harus menjadi tanggungan negara.Operasionalisasi dari tujuan puasa antara lain wujudnya: anak-anak saleh/salehah; suami yang bertanggung jawab, melindungi dan memimpin anak istri; istri yang salehah yang menjaga nama baik suami dan mendidik anak-anak; seorang pemimpin yang amanah, adil, dan bijaksana.

Dengan demikian, selesai Ramadan, setiap muslim dan muslimah, baik pimpinan nasional, pemda, pejabat, legislatif, yudikatif, pegawai biasa maupun rakyat jelata, tidak lagi berperilaku koruptif. Untuk itu, di awal Ramadan ini, perlu kita berkontemplasi, memahami semua perilaku selama ini yang ternyata merugikan keuangan negara

Puasa dan Korupsi karena Kebutuhan

Dalam belantara korupsi, ditinjau dari motifnya, ada empat jenis korupsi, yaitu korupsi karena kebutuhan, korupsi karena serakah, korupsi karena peluang, dan korupsi secara telanjang. Sebagian besar PNS yang melakukan korupsi disebabkan tuntutan akan kebutuhan harian, selain lemahnya iman.

Kenaikan harga sembako yang tidak dikontrol pemerintah mengakibatkan gaji pegawai yang rendah mungkin hanya dapat memenuhi keperluan selama 10 hari. Demi kelanjutan hidup seterusnya, pegawai akan melakukan korupsi. Minimal korupsi waktu, yaitu masuk kantor lambat dan pulang cepat karena harus ngobjek di luar. Korupsi jenis ini sering dilakukan oleh para guru dan dosen.

Pagi hari mereka mengajar di sekolah/universitas A, siang di sekolah/universitas B, dan malam di sekolah/universitas C. Akibatnya, kualitas murid/mahasiswa kurang mendapat perhatian serius. Selain itu, guru/dosen tidak punya waktu untuk meningkatkan kualitas pribadinya.

Puasa melatih orang belajar mengurangi makan, minum, dan bersenang-senang. Logikanya, pengeluaran pada bulan Ramadan lebih kecil dibandingkan di luar Ramadan. Artinya, iman yang lahir dari puasa membuat orang berperilaku sederhana. Dengan demikian, puasa mendidik orang untuk tidak melakukan korupsi jenis ini, yaitu korupsi karena kebutuhan.

Puasa dan Korupsi karena Serakah

Secara teoretis, jika hidup sederhana, gaji, tunjangan, dan fasilitas yang diperoleh pejabat eselon cukup untuk keperluan dasar selama sebulan. Disebabkan serakah, baik serakah harta, kehormatan maupun harga diri, pegawai cenderung melakukan korupsi. Mulai dari menyalahgunakan jabatan dan posisinya maupun terlibat dalam kegiatan bisnis di luar kantor.

Jika menjadi pimpro, mereka melakukan mark up ataupun mark down atas harga barang dalam proyek yang dipimpinnya. Sebagai atasan, dia akan mengarahkan pimpro agar yang ditunjuk dalam pengadaan barang dan jasa adalah perusahaan miliknya atau kroninya. Kalau berada di jabatan empuk--menteri atau dirjen--,dia merangkap komisaris BUMN.

Kalaupun tidak memperoleh kesempatan, minimal pegawai akan melakukan korupsi dengan cara menggunakan kendaraan dinas untuk urusan pribadi. Misalnya, mengantar keluarga ke pasar, ke undangan perkawinan atau mudik Lebaran.

Puasa, sebagaimana tuntunan Nabi Muhammad, mengajari kita untuk hidup jauh dari serakah. Beliau berbuka puasa hanya dengan tiga biji kurma dan segelas air zamzam. Selesai salat Isya baru beliau makan malam, seadanya. Jadi, sesudah Lebaran nanti, pejabat dan PNS tidak akan melakukan korupsi jenis ini, yaitu korupsi karena serakah.

Puasa dan Korupsi karena Peluang

Pimpinan dan anggota KPU 2004 pada umumnya adalah dosen dan guru besar. Selama di kampus, boleh dikata mereka tidak melihat uang miliaran, apalagi triliunan. Di KPU, selain pekerjaan yang ada memerlukan keterampilan khusus, anggaran yang tersedia berjumlah triliunan, sangat menggiurkan.

Pada waktu yang sama, setiap hari pengusaha datang menggoda untuk memperoleh proyek, sesuatu yang biasa dilakukan selama Orde Baru. Pimpinan dan anggota KPU yang tidak memiliki pengalaman teknis di bidang tersebut terperosok dengan peluang menggiurkan yang datang setiap hari.

Puasa, sebagaimana diteladankan Nabi Muhammad, melahirkan individu yang jujur. Salat, haji, zakat adalah ibadah yang bisa diketahui oleh orang lain. Adapun puasa adalah ibadah yang hanya diketahui oleh orang yang sedang berpuasa dengan Rabb-nya.

Katakanlah, kita makan dan minum di kamar sendirian, maka tidak seorang pun yang mempersoalkan ketika kita ikut berbuka pada waktu magrib. Jika pejabat dan pegawai biasa berpuasa yang hanya diketahui diri sendiri dan Rabb-nya sehingga memiliki kejujuran, mereka tidak memanfaatkan peluang apa pun untuk korupsi. Baik dalam bentuk penyuapan, pemerasan, penggelapan, pungli maupun mark up dan mark down.

Puasa dan Korupsi yang Telanjang

Korupsi secara telanjang adalah korupsi yang disebabkan sikap permisif masyarakat. Misalnya, penerimaan parsel, hadiah ulang tahun, penggunaan kendaraan dinas untuk mudik dianggap sebagai tradisi yang perlu dipelihara. Tragisnya, para pejabat, mulai dari presiden sampai bupati/wali kota, melakukan hal yang sama karena dianggap sebagai hal yang biasa.

Mulai dari ketika bertugas ke daerah, kemudian melakukan kegiatan partai sampai dengan menggunakan rumah dinas untuk keperluan partai. Target utama puasa, sebagaimana disinggung sebelumnya, lahirnya kepedulian terhadap orang yang kurang bernasib baik: anak yatim, fakir miskin, gelandangan, dan penganggur. Jika target puasa ini dicapai, pejabat dan PNS pasti akan menolak parsel, hadiah, atau tanda terima kasih lainnya, sesuai dengan sabda Nabi Muhammad: pejabat/pegawai yang menerima hadiah, hukumnya sama dengan mencuri.

KPK dan Sarang Lebah Korupsi

Sesuai dengan sumber daya yang dimiliki, tiga tahun pertama, penaganan korupsi oleh KPK masih sekitar pelanggaran normatif. Oleh karena itu, perlawanan terhadap KPK lebih banyak disebabkan koruptor merasa dirugikan secara finansial, selain menyangkut harga diri.

Namun, sejak 2007, perlawanan koruptor lebih didominasi nafsu mempertahankan dominasi politik dan ekonomi oleh kelompok tertentu. Ini karena yang ditangkap adalah mereka yang berasal dari pusat-pusat kekuasaan, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Artinya, KPK telah memasuki arena mafia korupsi yang sudah berlangsung selama puluhan tahun.

Tak ubahnya dengan sarang lebah yang ketika diganggu, secara otomatis, para lebah akan menyerang ke seluruh penjuru, di mana saja KPK berada. Sekalipun serangan lebah sedemikian dahsyatnya dan dapat membawa maut bagi siapa saja yang digigit, pimpinan, pejabat, dan pegawai KPK tidak gentar. Ini karena mereka yakin, secara sunatullah, setelah menggigit, lebah-lebah itu akan mati.

Oleh karena itu, sekalipun dengan rasa sedih, haru, bahkan marah menyaksikan ada pimpinan atau kawan disengat lebah, mereka tetap bertekad mengejar koruptor walau sampai ke lubang cacing. Apalagi,disadari bahwa kesalahan yang dilakukan Ketua KPK nonaktif Antasari Azhar adalah perbuatan pribadi dan kasus turunannya tidak lain adalah upaya sistematis para koruptor untuk menggerogoti eksistensi KPK.

Oleh karena itu, dengan semangat Ramadan, dan dalam suasana peringatan ulang tahun kemerdekaan, mari kita merdekakan Indonesia dari penjajahan koruptor. Sebagaimana para pendahulu, dalam bulan Ramadan juga, 64 tahun lalu, memerdekakan Indonesia dari penjajah Barat..

Abdullah Hehamahua
Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Klub Bisnis Internet Berorientasi Action