wirausaha online

18 Agustus, 2009

Ruang Hening Proklamasi Kita


Persoalan suara siapa yang harus didengar tidak menjadi monopoli jaman sekarang. Para generasi muda saat ini yang progressive menyuarakan mereka yang lebih berhak memimpin bangsa ini daripada ‘ old establishment ‘ generasi tua.
64 tahun lalu para pemuda menolak dengan keras ide proklamasi dengan melibatkan PPKI ( Panitia Kemerdekaan Kemerdekaan Indonesia )- bentukan Jepang - karena dianggap representasi sebuah kemerdekaan yang diberikan oleh Jepang. Ini sesuai yang dikatakan Jenderal Terauchi pada tanggal 12 Agustus 1945 kepada Soekarno dan Hatta di markas besarnya Saigon. Bahwa Pemerintah Dai Nippon akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.

Persoalan tua muda, siapa yang layak mengambil keputusan atas nasib bangsa tidak melulu dilihat dari umur. Soekarno Hatta yang berumur 40 tahunan sudah dianggap barang rongsokan oleh generasi muda seperti Soekarni, Wikana, Soebadio, Soebianto Djojohadikusumo, Chaerul Saleh pada saat itu.

Soekarno Hatta adalah lamban,peragu dan selalu menunggu instruksi Jepang. Sementara para pemuda beranggapan revolusi harus dikobarkan begitu Jepang menyerah kepada sekutu. Rebut kemerdekaan ini dengan paksa kalau perlu.Sebaliknya kedua orang ini, Soekarno Hatta melihat hasilnya tidak akan baik, karena kemerdekaan bukan monopoli Jakarta. Tokoh tokoh tua yang duduk di PPKI tetap merupakan perwakilan seluruh daerah Indonesia.

Karena terlanjur emosi. Soekarno dan Hatta di culik. “ Bung Hatta tidak bisa diharapkan untuk revolusi ! “ teriak mereka. Hatta hanya diam dan berkeyakinan fondasi dan landasan bernegara harus disiapkan lebih dahulu. Suka tidak suka sistemnya memang harus melalui PPKI.

Bung Karno juga kesal dan panas. Selain karena Guntur - anaknya yang ikut diculik bersama istrinya Fatmawati – terus menangis menjerit jerit kehabisan susu.Soekarno menyorongkan lehernya, “ Potong leherku kalau kau tidak percaya dengan apa yang kita telah persiapkan selama ini “.Para pemuda salah. Mereka tetap tidak bisa memproklamasikan kemerdekaan. Juga Laksmana Maeda dan Nijishima yang kebingungan karena kehilangan kedua tokoh ini. Karena sesuai janji pada tanggal 16 Agustus, Jepang akan mengumumkan penyerahan secara resmi kepada tiga pemimpin, Soekarno , Hatta dan Ahmad Soebarjo. Namun hanya Ahmad Soebarjo yang muncul sendiri.

Dalam perjalanan pulang ke Jakarta, para pemuda masih percaya dengan revolusi yang akan dikobarkan. Dari kejauhan terlihat asap asap membubung di langit di perbatasan Bekasi dan Jakarta.“ Jakarta telah dibakar. Api revolusi mulai berkobar “ Seru mereka kepada Bung Karno.Setelah mendekat, ternyata hanya para petani yang membakar sisa sisa sampah dan jelaga. Bung Karno mengejek mereka, “ Inikah revolusimu ? “

Dalam persoalan hidup mati bangsa saat itu. Kita percaya butuh perang batin yang luar biasa untuk menyeimbangkan tekanan yang tinggi dan tuntutan pemuda yang emosional. Hatta bukan penggerak revolusi massa seperti Soekarno. Ia memberikan perenungan tentang apa yang harus dilakukan dengan prinsip prinsip kebenaran yang diyakini. Soekarno yang dasarnya pemarah, ternyata bisa dengan penuh kesabaran menghadapi situasi pelik itu. Mereka percaya selalu ada proses ruang ruang hening dalam pengambilan keputusan dan bertindak.

Sejak dulu mereka memang berbagi peran dengan kawan seperjuangannya. Soekarno penyeru rakyat untuk menjebol kolonialisme, sedangkan Hatta mengajak orang membangun institusi demokrasi. Soekarno – Hatta percaya pada sistem. PPKI adalah representasi demokrasi saat itu walau bentukan Jepang.

Inilah yang harus dipahami para generasi muda atau orang orang tua yang sok gede rumongso bisa mengurus negara. Sebab tanpa demokrasi, penjajahan yang telah diusir dengan darah dan air mata akan datang kembali menjajah. Tidak dalam bentuk pemerintahan asing, tetapi dalam bentuk tirani saudara sebangsa setanah air. Eksploatasi manusia antar manusia.

Banyak kepemimpinan di Indonesia yang dilahirkan dengan dukungan popular namun berakhir tragis dalam kekecewaan publik yang dalam. Sepertinya ada yang salah dengan sistem di sini. Kalau Bung Hatta merenungkan dalam ruang heningnya, Ia berpendapat yang keliru bukan sistem kepemimpinan di sini, tetapi arah masyarakat menolehnya.Prinsip demokrasi meniscayakan mencari pemimpin yang berupa manusia sempurna atau ratu adil. Yang dipilih adalah yang berdasarkan paling mampu menjalankan aspirasi orang banyak, kendati ia mungkin banyak kekurangan di segi lainnya.

Kita lupa bahwa kita membutuhkan ruang hening itu.Bertanya pada diri kita sendiri, apakah kita benar benar merdeka.
Semalam suntuk menyusun naskah proklamasi yang melelahkan. Lagi lagi para pemuda, lewat Sukarni mengusulkan ungkapan yang lebih revolusioner. “ Merebut Kekuasaan “. Ini masalah peka, karena Jepang tidak mau membahayakan dirinya sendiri seolah olah diartikan merebut senjata dari prajurit Jepang yang sedang melaksanakan perintah Sekutu.Akhirnya kata “ Pemindahan kekuasaan “ yang disepakati. Semua lega dan melepaskan letihnya. Laksamana Maeda sendiri pergi tidur sejak perdebatan mereka.

Saat itu bulan puasa. Bung Karno lalu pergi ke dapur mengambil makanan untuk sahur. Bung Hatta lalu menyusul mengambil sarden dan mencampurnya dengan telur untuk makanannya. Mereka duduk sendiri sendiri di pojok dalam keheningan. Tak berbicara.Setelah subuh Bung Karno pulang menuju rumahnya di Jalan Proklamasi. Bu Fatmawati belum tidur karena menjahit bendera merah putih yang akan dikibarkan pagi ini.

Ia berbisik kepada istrinya, “ Kita merdeka “
oleh : Imam Brotoseno

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Klub Bisnis Internet Berorientasi Action