wirausaha online

03 Juni, 2009

Menerabas MITOS seputar SEKS

TEMPO Interaktif, Jakarta: Sepasang anak muda mengendap-endap dalam gelap malam. Di kamar sebuah losmen kecil dekat situ di pinggiran Jakarta. Dalam ruangan yang terkunci mereka mencopot baju sampai bertelanjang bulat. Kemudian saling menjamah dan berbalas cium. Suara keduanya mendesah. Adegan bercinta ini mereka tidak lakukan sekali-dua kali. Padahal mereka masih menyandang status sebagai murid sekolah menengah atas. Sebut saja namanya Randi dan Santi.

Setiap kali berpacaran, keduanya kerap menyewa hotel jam-jaman untuk memadu kasih. Malah kalau kepepet, mereka biasa berbulan madu di warung Internet yang biliknya tertutup. Bagi Randi, dia merasa aman berhubungan intim dengan Santi. Sebab, ia tidak membuang air maninya di dalam vagina. Randi juga percaya bahwa bercinta di dalam air akan membunuh sperma yang telanjur menerobos vagina, sehingga kehamilan pun tak bakal terjadi. Inilah rumus yang ia yakini.

Namun, menurut pengasuh rubrik kesehatan di salah satu majalah kesehatan nasional, dr Handrawan Nadesul, pendapat Randi cuma mitos. Melakukan hubungan seksual dengan senggama terputus tak berarti aman dari kehamilan. "Tetap ada potensi pembuahan," katanya seusai diskusi bertajuk "Percaya Mitos, Menguntungkan atau Merugikan?" di Hotel Atlet Century, Jakarta, pekan lalu. Menurut Handrawan, saat ejakulasi belum berlangsung, titik-titik air mani sebenarnya sudah ada di permukaan liang penis. Sperma itu jumlahnya ratusan juta dan hanya dibutuhkan beberapa saja untuk membuahi sel telur.

Lain lagi mengenai mitos bahwa hubungan seksual di dalam air bakal melumpuhkan sperma. Dalam buku Mitos Seputar Masalah Seksualitas dan Kesehatan Produksi karya dr Kartono Mohamad dan dr Handrawan Nadesul, dijelaskan, sebagian sperma memang mati dalam air. Air panas membuat testikel menjadi kepanasan dan sperma mati. Tapi metode tersebut bukanlah metode efektif untuk mencegah kehamilan. Sebab, sperma berkualitas bagus tetap berpotensi meloloskan diri dan berenang ke dalam vagina.

Handrawan, yang juga penyair, menjelaskan bahwa mitos seks berkembang secara turun-temurun selama puluhan tahun. Sewaktu mengasuh majalah Kartini dan Hai pada 1970-an dan 1980-an, dia kerap menerima surat-surat seputar mitos seks yang tumbuh di masyarakat. Sampai-sampai dia menganggap bahwa sederet mitos itu menyesatkan. "Mitos itu biasanya diberi tahu teman, orang tua, maupun berasal (dari) tradisi dan kultur," pria kelahiran Karawang ini menjelaskan.

Sementara itu, mantan Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, dr Kartono Mohamad, menyatakan mitos itu muncul karena kurangnya informasi untuk menjelaskan sebuah fenomena. Biasanya masyarakat menelan mentah-mentah karena diyakini sebagai sesuatu hal yang benar meski belum tentu dapat dibuktikan kebenarannya. "Faktanya, mitos itu cenderung merugikan," ia menegaskan.

Sebut saja mitos keperkasaan seorang lelaki ditandai dengan ukuran penisnya yang besar. Akibatnya, para lelaki berlomba memperbesar penis mereka dengan segala cara. Mereka berburu obat perkasa dan pengobatan ala Mak Erot dengan tarif ratusan ribu rupiah. Padahal, definisi keperkasaan pria, dijelaskan Handrawan, yang penting adalah subur, mampu ereksi, dan bisa menghamili (bisa membahagiakan istri). "Tiga itu saja," dia menambahkan. Sebab, G-spot atau sensitivitas vagina cuma sepertiga dari kedalaman vagina. Sepertiga dari kedalaman vagina itu cuma 6 sentimeter. Artinya, penis yang berukuran 6 sentimeter pun sebenarnya sudah cukup membuat perempuan "bahagia". Lagi pula jarang sekali penis lelaki berukuran 6 sentimeter. "Paling kecil biasanya 10 sentimeter. Jadi, nggak perlu besar-besar."

Dari kalangan kaum Hawa, ada juga yang beranggapan bahwa vagina yang kering bisa memberi kepuasan lebih ketimbang yang becek, sehingga banyak perempuan ramai-ramai makan buah pinang agar alat vitalnya menjadi kering. Padahal, normalnya, perempuan yang terangsang secara seksual akan bereaksi dengan mengeluarkan lendir dari dinding vaginanya. Nah, cairan ini berfungsi sebagai pelicin.

Bila keadaannya masih kering, berarti vagina belum siap untuk dipenetrasi. Jika dipaksakan, bisa lecet, luka, dan terjadi peradangan dalam vagina. Adapun makna kering atau "peret", kata Handrawan, bukan diartikan tidak becek, melainkan kemampuan otot-otot dinding vagina yang berkontraksi. Kemampuan otot-otot dasar panggul inilah yang membedakan kualitas seks seorang perempuan.

Lebih dalam, ada mitos populer yang menyebutkan, cara menggugurkan kandungan yang aman adalah dengan meloncat-loncat, lalu makan nanas muda. Padahal secara medis sudah jelas bahwa loncat-loncat tidak akan mengeluarkan sperma. Dan tetap ada kemungkinan terjadinya pembuahan. Ada pula mitos yang mengatakan perempuan remaja yang belum haid tidak mungkin dapat hamil. Namun, ditemukan sejumlah remaja yang sudah ovulasi (sel telurnya matang) sebelum menstruasi datang, sedangkan kehamilan itu berkaitan dengan ovulasi. Artinya, tak berarti remaja yang belum haid tidak bisa hamil.

Yang lebih populer adalah mitos mengenai kewajiban sunat pada perempuan di beberapa daerah. Guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Profesor dr Budi Utomo, mengatakan dari sudut medis, sunat perempuan itu sebenarnya tidak baik. Hal ini cuma refleksi konstruksi sosial bahwa lelaki memiliki kewenangan mengontrol organ seksual perempuan. "Apalagi ini terkait dengan agama dan budaya," ujar Budi dalam kesempatan yang sama. Namun, di beberapa daerah Indonesia, sunat perempuan dilakukan secara simbolis saja, tidak secara medis (dipotong klitorisnya). "Paling cuma dioles kunyit saja," ujar profesor yang juga Ketua Yayasan Mitra INTI ini.

Mitos-mitos seks yang tumbuh subur di masyarakat seperti di atas mungkin didorong belum masuknya pendidikan seksual di bangku sekolah. Akibatnya, masyarakat awam seperti tersesat di dalam hutan belantara. Padahal di Malaysia dan Singapura, pendidikan seks sudah masuk kurikulum taman kanak-kanak. Malah di Amerika, saat perempuan mendapat haid pertama kali, secara terbuka diberi selamat oleh orang tuanya dan dipesan agar menjaga diri. "Pendidikan seks itu pendidikan nilai, sehingga membuat seseorang menghargai dirinya sendiri," demikian kata Handrawan.
HERU TRIYONO
sumber : http://www.tempointeraktif.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Klub Bisnis Internet Berorientasi Action