wirausaha online

02 Juni, 2009

Empat Gelombang PANCASILA

Sejak pertama kali digagas tahun 1945, sejarah Pancasila dapat dibagi atas empat gelombang melewati beberapa pemerintahan.Gelombang pertama adalah saat penciptaan, gelombang kedua merupakan masa perdebatan, pada gelombang ketiga dilakukan rekayasa, sedangkan dalam gelombang keempat terjadi penemuan kembali. Tanggal 1 Juni 1945 Soekarno berpidato di depan sidang BPUPKI menjawab pertanyaan ketua sidang Radjiman Wedyodiningrat tentang dasar negara.
Memang sudah ada tokoh yang tampil sebelum Bung Karno seperti Soepomo yang berpidato tentang perlunya rakyat, wilayah, dan pemerintahan. Soepomo berbicara mengenai syarat berdirinya sebuah negara, bukan tentang dasar negara. Pidato Soekarno disambut hangat dengan tepukan sangat meriah.


Pada rapat 22 Juni 1945 tim sembilan yang diketuai Sukarno mencantumkan tujuh kata "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" dalam rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Namun menjelang Proklamasi Kemerdekaan, Hatta menerima pesan dari masyarakat Indonesia bagian timur yang menolak masuk Indonesia bila pernyataan itu dipertahankan.


Hatta kemudian merundingkannya, terutama dengan tokoh Islam. Akhirnya dalam UUD 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 1945, persoalan syariat itu tidak dimasukkan, sedangkan sila pertama dilengkapi menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh bapak-bapak pendiri negara, Pancasila yang menjadi bagian dari pembukaan tidak dituliskan sesuai dengan urutan dan rumusan tertanggal 1 Juni 1945, tetapi mengalami penyesuaian seperti yang kita kenal sekarang.

Masa Perdebatan

Setelah Pemilihan Umum 1955 terbentuk Konstituante yang bertugas merancang UUD. Ketika itu diperdebatkan apakah Pancasila sebagai dasar negara atau ideologi lain? Para tokoh Islam seperti M Natsir dan HAMKA dengan tegas mengajukan Islam sebagai pilihan. Para tokoh itu berdebat dengan argumen yang disertai kata-kata yang sangat keras dan tajam.


Partai-partai Islam mendukung Islam sebagai dasar negara. Sementara itu partai-partai nasionalis dan komunis mempertahankan Pancasila. Tidak ada pihak yang mencapai 2/3 jumlah suara sehingga keputusan tidak dapat diambil.


Tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang membubarkan Konstituante dan menyatakan kembali ke UUD 1945. Berarti yang diakui adalah Pancasila sebagai tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang disahkan tanggal 18 Agustus 1945.

Masa Rekayasa


Pada masa pemerintahan Soeharto, Pancasila dijadikan asas tunggal untuk partai dan organisasi masyarakat. Awalnya ditentang berbagai organisasi, tetapi pada akhirnya mereka tidak mempunyai pilihan lain. Sejak 1 Juni 1970, peringatan hari lahir Pancasila dilarang Kopkamtib.


Jasa Soekarno yang pertama kali menggagas Pancasila direduksi dengan menciptakan narasi sejarah baru bahwa ada orang lain yang berpidato sebelum Bung Karno di sidang BPUPKI dan yang otentik memang pengesahan Pancasila tanggal 18 Agustus 1945.


Pada buku-buku sejarah yang digunakan di sekolah diajarkan bahwa Pancasila merupakan karya seluruh bangsa Indonesia sejak dari zaman purbakala sampai masa sekarang. Upaya Nugroho Notosusanto itu ditolak oleh panitia lima (Mohamad Hatta, Ahmad Subardjo, AA Maramis, Sunario, dan AG Pringgodigdo) yang tidak digubris pemerintah.


Pada 13 April 1968 dikeluarkan keputusan presiden tentang rumusan resmi Pancasila. Tahun 1968 didirikan laboratorium Pancasila di Malang dan tiga tahun kemudian diterbitkan seri laboratorium ini bersamaan dengan dokumen yang berisi sikap ABRI tentang Pancasila.


TAP MPR tentang Penataran Pancasila dikeluarkan tahun 1978. Pada era Orde Baru Pancasila dijadikan asas tunggal bagi semua partai politik dan organisasi masyarakat tanpa kecuali. Ideologi ini dikampanyekan secara nasional dan lewat pendidikan sekolah. Penataran dilakukan secara berjenjang dari tingkat direktur jenderal departemen sampai tingkat RT dengan memakai anggaran negara.


Dalam tempo 10 tahun telah ditatar sebanyak 72 juta warga negara. Hasilnya tidak jelas. Istilah Pancasila melebar sampai ada kesaktian Pancasila, sepak bola Pancasila, dan es campur Pancasila. Namun Pancasila yang diajarkan sudah direduksi menjadi sekian butir sifat yang harus dihafal. Pancasila juga digunakan sebagai alat pemukul bagi kelompok yang kritis. Orang yang menolak tanahnya digusur atau dibeli murah dicap "tidak Pancasilais".

Penemuan Kembali


Pada awal Reformasi, BP7 (Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) dibubarkan, sedangkan penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) dihapuskan. Pancasila tetap diajarkan di sekolah dan perguruan tinggi.


Secara bertahap peringatan hari lahir Pancasila diselenggarakan kembali. Walaupun pada mulanya ada rasa bosan dan jenuh terhadap penataran dan slogan Pancasila yang selalu dikumandangkan rezim Orde Baru, kemudian muncul kerinduan kembali pada ideologi ini. Suasana kesulitan ekonomi yang dibayangi ancaman perpecahan mengakibatkan masyarakat menengok kembali pada sesuatu yang bisa menjadi perekat bangsa.


Yang tepat untuk itu adalah Pancasila sebagaimana terbukti dalam sejarah. Dari empat gelombang tersebut terlihat konflik dan konsensus masyarakat mengenai Pancasila. Kalau kita sudah bersepakat Pancasila dapat dijadikan alat pemersatu, mengapa masih mencari yang lain? Hal itu hanya akan menimbulkan konflik baru.


Lebih baik perdebatan diarahkan bagaimana mengimplementasikan tiap sila dalam menghadapi masalah internal dan eksternal kita sebagai bangsa dan negara sesuai dengan perkembangan zaman. Sementara itu pendidikan Pancasila di sekolah dan perguruan tinggi agar dilaksanakan dengan metode dan substansi yang lebih menyegarkan dan diajarkan secara dialogis.


(*)Asvi Warman Adam
Ahli Peneliti Utama LIPI
Sumber : http://www.okezone.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Klub Bisnis Internet Berorientasi Action